1. Mundur sekarang juga! Hein Arina diminta lengser dari jabatan Ketua BPMS GMIM demi menjaga martabat gereja.

2. Audit transparan! Jemaat menuntut pemeriksaan menyeluruh keuangan Sinode dan RS GMIM, baik oleh auditor independen maupun internal.

3. Reformasi tata gereja! Sidang Majelis Istimewa (SMSI) harus digelar Juli 2025 untuk mencabut Tata Gereja 2021 yang dinilai membuka celah absolutisme.

Aksi ini merupakan respons langsung atas penetapan tersangka terhadap Pdt. Hein Arina oleh Polda Sulawesi Utara, Kamis (17/4/2025).

Ia diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana hibah Pemprov Sulut yang seharusnya untuk kegiatan keagamaan GMIM selama 2020–2023.

Modus korupsi yang diungkap penyidik meliputi penganggaran fiktif, penggunaan dana di luar peruntukan, serta tidak adanya pertanggungjawaban yang jelas.

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 8,9 miliar. Selain Hein Arina, lima pejabat Sulut juga ikut terseret, termasuk mantan Kepala BKAD Jeffry Korengkeng dan Sekprov Asiano G. Kawatu.

Gerakan Reformasi GMIM menuding kepemimpinan Hein Arina telah menyimpang dari semangat pelayanan.

GMIM yang lahir dari semangat pengabdian kini dinilai berubah menjadi struktur kekuasaan yang tertutup, manipulatif, dan anti kritik.

“Gereja bukan milik segelintir elit. Gereja adalah tubuh Kristus yang kudus. Jika kepala sudah busuk, maka tubuh pun akan mati pelan-pelan,” ujar Pdt. Joke Mangare dengan nada getir.

Di media sosial, dukungan terhadap Gerakan Reformasi GMIM meluas, dengan tagar #GMIMBersih dan #MundurHeinArina menjadi tren regional.

Bagi banyak jemaat, ini bukan sekadar aksi. Ini adalah panggilan moral untuk menyelamatkan gereja dari cengkeraman korupsi dan politisasi.

[**/ARP]