TOMOHON, PRONews5.com – “GMIM bukan milik pribadi! Mundur Hein Arina!” seruan itu menggema keras di halaman Kantor Sinode GMIM, Kakaskasen, Tomohon Utara, Rabu (11/6/2025).

Ratusan jemaat yang tergabung dalam Gerakan Reformasi GMIM turun ke jalan, menuntut pertanggungjawaban moral dan hukum dari Pdt. Hein Arina, Ketua BPMS GMIM, yang kini menyandang status tersangka kasus korupsi dana hibah Rp 8,9 miliar.

Aksi damai namun penuh tekanan ini dimulai pukul 08.00 WITA dari Auditorium Bukit Inspirasi (ABI).

Massa bergerak long march ke Kantor Sinode, menyanyikan lagu rohani namun membentangkan spanduk dengan pesan keras: “GMIM Bersih Yes, Korupsi No”, “Yesus Kristus Kepala Gereja, Bukan Ketua Sinode!”, “Segera Laksanakan SMSI!”, dan “Audit Sinode dan RS GMIM Sekarang Juga!”.

Di depan kantor yang selama ini dianggap lambang pelayanan gereja, jemaat menumpahkan kekecewaan mereka lewat doa, tangisan, orasi, dan petisi.

Bukan hanya menuntut pengunduran diri Hein Arina, tapi juga menginginkan reformasi total tata kelola GMIM.

“Kami tidak buta. Gereja telah terseret dalam kubangan skandal uang. Kami menolak GMIM dijadikan kendaraan politik dan alat kekuasaan,” tegas Pdt. Tedy Kansil, salah satu tokoh penggerak aksi.

Gerakan ini dipimpin oleh Pdt. Refly Tafuama, didukung para pendeta, penatua, syamas, hingga aktivis gereja.

Nama-nama seperti Pdt. Joke Mangare, Pdt. Rita Dalos, dan Pdt. Meiva Salindeho turut berdiri di garis depan, mewakili suara ribuan jemaat yang merasa dikhianati oleh kepemimpinan yang dianggap tidak lagi melayani, tapi memanfaatkan.

Di antara 20 poin tuntutan yang dibacakan, tiga seruan utama disampaikan berulang kali:

1. Mundur sekarang juga! Hein Arina diminta lengser dari jabatan Ketua BPMS GMIM demi menjaga martabat gereja.

2. Audit transparan! Jemaat menuntut pemeriksaan menyeluruh keuangan Sinode dan RS GMIM, baik oleh auditor independen maupun internal.

3. Reformasi tata gereja! Sidang Majelis Istimewa (SMSI) harus digelar Juli 2025 untuk mencabut Tata Gereja 2021 yang dinilai membuka celah absolutisme.

Aksi ini merupakan respons langsung atas penetapan tersangka terhadap Pdt. Hein Arina oleh Polda Sulawesi Utara, Kamis (17/4/2025).

Ia diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana hibah Pemprov Sulut yang seharusnya untuk kegiatan keagamaan GMIM selama 2020–2023.

Modus korupsi yang diungkap penyidik meliputi penganggaran fiktif, penggunaan dana di luar peruntukan, serta tidak adanya pertanggungjawaban yang jelas.

Kerugian negara ditaksir mencapai Rp 8,9 miliar. Selain Hein Arina, lima pejabat Sulut juga ikut terseret, termasuk mantan Kepala BKAD Jeffry Korengkeng dan Sekprov Asiano G. Kawatu.

Gerakan Reformasi GMIM menuding kepemimpinan Hein Arina telah menyimpang dari semangat pelayanan.

GMIM yang lahir dari semangat pengabdian kini dinilai berubah menjadi struktur kekuasaan yang tertutup, manipulatif, dan anti kritik.

“Gereja bukan milik segelintir elit. Gereja adalah tubuh Kristus yang kudus. Jika kepala sudah busuk, maka tubuh pun akan mati pelan-pelan,” ujar Pdt. Joke Mangare dengan nada getir.

Di media sosial, dukungan terhadap Gerakan Reformasi GMIM meluas, dengan tagar #GMIMBersih dan #MundurHeinArina menjadi tren regional.

Bagi banyak jemaat, ini bukan sekadar aksi. Ini adalah panggilan moral untuk menyelamatkan gereja dari cengkeraman korupsi dan politisasi.

[**/ARP]