MANADO, PRONews5.com – Dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan APBD Kabupaten Kepulauan Talaud tahun anggaran 2024 kian menyeruak. Lembaga Swadaya Masyarakat Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR) menuding kasus gagal bayar sebesar Rp1,4 miliar kepada kontraktor PT. MAP bukan sekadar “kelalaian administrasi”, melainkan pintu masuk paling konkret untuk membongkar skema korupsi yang lebih besar dan terstruktur.

Ketua INAKOR, Rolly Wenas, menilai indikasi pidana korupsi dalam kasus ini sangat jelas. Proyek rekonstruksi jalan yang dikerjakan PT. MAP telah selesai 100% dan diserahkan secara resmi melalui berita acara serah terima.

Namun hingga batas waktu, pembayaran tak kunjung dilakukan. “Ketika pekerjaan rampung, kontrak jelas, tetapi uang tidak dibayarkan, maka ada pihak yang menahan dana secara melawan hukum. Ini kerugian negara nyata, bukan potensi,” tegas Rolly, Kamis (28/8/2025).

INAKOR menduga dana yang seharusnya digunakan untuk membayar kontraktor telah dialihkan ke pos lain atau digelapkan. Situasi ini disebut berpotensi melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, masing-masing terkait perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara serta penyalahgunaan kewenangan.

“Ini bukan sekadar soal kas daerah kosong. Ada indikasi dana sengaja digeser untuk kepentingan lain yang tidak sesuai peruntukan. Jika terbukti, itu bentuk penyalahgunaan wewenang yang memperkaya pihak tertentu,” jelas Rolly.

Meski Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Talaud, INAKOR menegaskan hal itu tidak serta merta meniadakan tindak pidana.

Menurut Rolly, modus lama kerap digunakan: utang belanja tidak dicatat sehingga laporan terlihat “sehat”. “Ada utang Rp3 miliar yang tidak diakui dalam laporan.

Opini WTP hanya berbicara soal kepatuhan pencatatan akuntansi, bukan soal niat jahat. Jangan biarkan opini WTP jadi tameng pejabat nakal,” ungkapnya.

INAKOR meminta Kejaksaan Tinggi Sulut segera memanggil pihak terkait seperti Bendahara Umum Daerah (BUD), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk diperiksa. Audit investigatif dianggap mutlak untuk membuka pola permainan anggaran.

“Jaksa punya kewenangan penuh untuk mengungkap manipulasi earmark dana puluhan miliar. Kasus gagal bayar PT. MAP hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya ada praktik defisit fiktif, mark-up, dan penggelapan dana,” tegas Rolly.

Sebagai langkah hukum, INAKOR telah melaporkan dugaan tipikor APBD Talaud ke Kejaksaan Tinggi Sulut pada 5 Agustus 2025 dengan nomor laporan 025-033/Lapeng/ext/DPWSULUT/LSM-INAKOR/VIII/2025. Laporan tersebut diterima secara resmi oleh petugas PTSP Kejati Sulut bernama Kezia.

“Sekarang semua bola ada di tangan Kejati. Apakah berani membuka skema besar ini atau membiarkan kasusnya hilang dalam permainan politik anggaran?” tantang Rolly.

Kasus gagal bayar ini menjadi ujian bagi Kejati Sulut: apakah mampu menelusuri jejak dugaan korupsi terstruktur di tubuh Pemkab Talaud, atau justru membiarkannya tenggelam di balik opini WTP. Publik menanti langkah tegas, sebab korupsi anggaran daerah bukan hanya merugikan negara, tetapi juga memiskinkan rakyat di daerah perbatasan.

[**/ARP]