Kasus ini makin mencengangkan setelah kuasa hukum korban menemukan indikasi bahwa mobil tersebut sempat menggunakan pelat nomor palsu DPR RI.
Pelat ini diduga digunakan untuk menyamarkan identitas kendaraan dan menghindari perhatian aparat.
“Kami melihat langsung mobil itu pernah diparkir di rumah terlapor dengan pelat DPR RI. Ada kemungkinan kuat kendaraan ini disewakan ke pihak lain,” ungkap Lefrando Sumual.
Pihak terlapor sempat beralasan bahwa kendaraan itu sebagai jaminan atas utang piutang.
Namun, kuasa hukum menegaskan bahwa itu hanyalah dalih fiktif yang dibuktikan dengan kwitansi palsu.
“Tidak ada transaksi jual-beli atau perjanjian hutang yang sah. Ini murni penguasaan tanpa hak.
Bahkan bisa masuk ranah penipuan dan pemalsuan dokumen,” tegas Marchelino, yang juga menjabat sebagai Penasehat Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulut.
Tim hukum meminta Polda Sulut untuk segera menindaklanjuti laporan ini secara transparan dan profesional.
Mereka juga membuka kemungkinan mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang dialami kliennya, baik secara material maupun immaterial.
“Ini bukan sekadar soal mobil, tapi soal penegakan hukum dan martabat profesi hukum itu sendiri.
Jika benar pelakunya seorang pengacara aktif, ini mencoreng kredibilitas lembaga hukum,” tegas Marchelino.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polda Sulut mengenai tindak lanjut laporan ini.
[**/ARP]