MANADO, PRONews5.com – Mobil mewah milik pengusaha internasional Jimmy Li, jenis Toyota Alphard Hybrid tahun 2024 dengan nomor polisi B 1 LIG, diduga dikuasai secara ilegal oleh seorang oknum pengacara berinisial D.
Yang mengejutkan, mobil tersebut kini telah berganti pelat nomor menjadi DB 47 KM dan sempat terlihat terparkir di depan Rumah Sakit Mata Bumi Nyiur, Wanea, Kota Manado.
Atas dugaan tersebut, tim kuasa hukum Jimmy Li – Advokat Marchelino C.N. Mewengkang, SH dan Advokat Lefrando Sumual, SH – resmi melaporkan terlapor ke Polda Sulawesi Utara pada 28 Juni 2025.
Laporan teregistrasi dengan nomor: LP/B/438/VI/2025/SPKT/POLDA SULUT, dengan sangkaan melanggar Pasal 480 KUHP tentang penadahan barang hasil kejahatan.
Menurut Advokat Marchelino, mobil tersebut awalnya hanya dititipkan kepada seorang perempuan berinisial E.P. saat kliennya, Jimmy Li, hendak keluar daerah.
Namun ketika hendak diambil kembali, kendaraan itu tak kunjung dikembalikan.
Lebih mencurigakan, kendaraan justru berpindah tangan kepada oknum pengacara D tanpa seizin pemilik sah.
“Pak Jimmy hanya titip, bukan serahkan atau jual. Tapi E.P. tidak mengembalikan, lalu mobil berpindah tangan tanpa hak,” ujar Marchelino kepada PRONews5.com.
Lokasi mobil tersebut terus dipantau melalui fitur GPS yang terhubung ke ponsel milik Jimmy Li.
Posisi terakhir kendaraan terlacak berada di sekitar Rumah Sakit Mata Bumi Nyiur, Wanea.
Kasus ini makin mencengangkan setelah kuasa hukum korban menemukan indikasi bahwa mobil tersebut sempat menggunakan pelat nomor palsu DPR RI.
Pelat ini diduga digunakan untuk menyamarkan identitas kendaraan dan menghindari perhatian aparat.
“Kami melihat langsung mobil itu pernah diparkir di rumah terlapor dengan pelat DPR RI. Ada kemungkinan kuat kendaraan ini disewakan ke pihak lain,” ungkap Lefrando Sumual.
Pihak terlapor sempat beralasan bahwa kendaraan itu sebagai jaminan atas utang piutang.
Namun, kuasa hukum menegaskan bahwa itu hanyalah dalih fiktif yang dibuktikan dengan kwitansi palsu.
“Tidak ada transaksi jual-beli atau perjanjian hutang yang sah. Ini murni penguasaan tanpa hak.
Bahkan bisa masuk ranah penipuan dan pemalsuan dokumen,” tegas Marchelino, yang juga menjabat sebagai Penasehat Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulut.
Tim hukum meminta Polda Sulut untuk segera menindaklanjuti laporan ini secara transparan dan profesional.
Mereka juga membuka kemungkinan mengajukan gugatan perdata atas kerugian yang dialami kliennya, baik secara material maupun immaterial.
“Ini bukan sekadar soal mobil, tapi soal penegakan hukum dan martabat profesi hukum itu sendiri.
Jika benar pelakunya seorang pengacara aktif, ini mencoreng kredibilitas lembaga hukum,” tegas Marchelino.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polda Sulut mengenai tindak lanjut laporan ini.
[**/ARP]