PronewsNusantara- Kepala daerah atau penjabat yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang secara tegas melarang kepala daerah mengganti pejabat dalam kurun waktu 6 bulan sebelum penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Dilansir dari Nasional.Kompas.com Pasal 71 ayat (2) UU Pilkada menyebutkan bahwa mutasi pejabat dalam waktu 6 bulan sebelum penetapan calon, hingga akhir masa jabatan, hanya diperbolehkan jika ada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 6 bulan, serta denda mulai dari Rp600.000 hingga Rp6.000.000.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menegaskan bahwa aturan ini bertujuan untuk menjaga integritas Pilkada 2024.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyampaikan bahwa larangan mutasi mulai berlaku sejak 22 Maret 2024, untuk memastikan Pilkada berjalan demokratis dan transparan.

“Langkah ini sangat penting dalam mencegah pelanggaran dan sengketa proses Pilkada.

Kepala daerah yang melanggar tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri akan dikenai sanksi hukum yang tegas,” ujar Bagja, Minggu (7/4/2024).

Bawaslu juga telah mengimbau Menteri Dalam Negeri agar mengawasi dengan ketat pelaksanaan aturan ini melalui surat resmi, untuk memastikan bahwa tidak ada mutasi pejabat tanpa izin selama periode krusial ini.

Masyarakat dan pengamat berharap bahwa penegakan hukum yang tegas akan diterapkan agar tidak ada kepala daerah yang menyalahgunakan wewenangnya.

Mereka juga menilai bahwa teguran ringan seringkali tidak efektif dalam memberikan efek jera.

[**/ARP]