TOMOHON, PRONews5.com – Delapan kasus dugaan korupsi yang mandek di Kejaksaan Negeri (Kejari) Tomohon kembali menuai sorotan tajam. Sejumlah tokoh masyarakat dan aktivis antikorupsi mendesak Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mengambil alih penanganan perkara yang tak kunjung jelas, menyusul pergantian Kajari dari Alfonsius Loe Mau ke Reinhard Tololiu pada Juli 2025.
Desakan ini muncul karena hingga kini belum ada kepastian hukum terhadap delapan kasus korupsi yang sebelumnya diumumkan secara terbuka oleh Alfonsius Loe Mau pada Desember 2024.
Publik tidak pernah menerima informasi lanjutan terkait perkembangan penyidikan ataupun penetapan tersangka.
“Kalau memang tidak transparan dan tidak profesional, sebaiknya Jaksa Agung langsung ambil alih. Kami sudah lelah menunggu kepastian hukum,” tegas sejumlah aktivis antikorupsi kepada PRONews5.com, Rabu (23/7/2025).
Pengamat hukum dan pemerintahan Berty Lumempouw menegaskan, Kejaksaan Agung memiliki dasar hukum untuk mengambil alih kasus mangkrak berdasarkan Instruksi Jaksa Agung No. INS-004/A/JA/08/2011 tentang optimalisasi penanganan Tipikor.
Ia juga menyebut, perkara yang sudah naik penyidikan namun lebih dari enam bulan tanpa tersangka patut dicurigai.
“Ini bisa masuk dalam kategori pembiaran atau intervensi. Kalau tidak ditindak, akan merusak kepercayaan publik terhadap kejaksaan,” ujar Lumempouw.
Ia juga mengingatkan bahwa Kejaksaan wajib membuka informasi perkembangan perkara yang menyangkut keuangan negara berdasarkan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Tokoh masyarakat Tomohon, Josis Ngantung, menyatakan dukungan penuh kepada Kajari baru, Reinhard Tololiu, untuk menuntaskan warisan kasus-kasus yang selama ini terkesan dibekukan.
“Kami mendukung penuh Kajari baru agar bertindak tegas dan profesional. Jangan jadi penerus pembiaran,” tegasnya.
Senada, Eddy Rompas dan Hanny Meruntu juga berharap kasus-kasus yang ditinggalkan Alfonsius Loe Mau dapat segera dituntaskan demi menjaga kepercayaan publik.
“Kalau Kejagung bisa bongkar kasus raksasa seperti BTS, Timah, Asabri, dan Jiwasraya, kenapa kasus-kasus di daerah dibiarkan? Semangat itu harus sampai ke Tomohon,” kata Rompas yang juga Ketua Lembaga Investigasi Nasional (LIN) Tomohon.
Beberapa kasus yang menjadi sorotan di antaranya adalah proyek pembangunan GOR Mini tahun 2018, dana HPBD 2023, proyek tower Kominfo tahun 2017, serta pengelolaan retribusi persampahan yang sempat dikembalikan kerugiannya oleh DLH Kota Tomohon.
Kritik publik juga mengarah pada proyek rehabilitasi Rumah Dinas Kajari tahun anggaran 2023, yang dibiayai APBD Kota Tomohon, padahal bangunan itu bukan aset milik Pemkot.
Laporan audit BPK Sulut menemukan ketidaksesuaian harga satuan serta potensi pembayaran berlebih karena adendum kontrak yang tidak sesuai dengan volume pekerjaan tambahan.
“Rumah dinas Kajari itu bukan milik Pemkot, tapi justru dibangun pakai APBD. Ini sangat janggal,” ujar seorang warga Tinoor kepada PRONews5.com.
Lebih disayangkan lagi, selama menjabat, Alfonsius Loe Mau tidak pernah memberikan klarifikasi kepada media, meski telah dikonfirmasi secara resmi.
Pesan WhatsApp dari jurnalis PRONews5.com hanya dibaca tanpa balasan, menambah kesan adanya ketertutupan informasi di lembaga penegak hukum itu.
Kini, publik menanti langkah konkret dari Reinhard Tololiu yang dikenal berpengalaman dan tegas.
Jika dalam waktu dekat tak ada progres berarti, gelombang desakan agar Kejaksaan Agung mengambil alih perkara-perkara di Kejari Tomohon diprediksi akan semakin meluas, sebagai wujud ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum di daerah.
[**/ARP]