Ia juga menyoroti adanya dugaan intervensi politik dalam penanganan perkara tersebut.
“Kejaksaan tampak berani terhadap mantan anggota dewan dan ASN, tapi ragu menindak yang masih menjabat.
Ini jelas melanggar asas equality before the law dalam Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945,” tegas Lumempouw.
Lumempouw menilai, jika kondisi ini terus dibiarkan, kepercayaan publik terhadap institusi Kejaksaan akan merosot tajam.
“Masyarakat bisa menilai Kejaksaan hanya berani pada yang lemah dan takut pada yang berkuasa,” tambahnya.
Dalam pernyataannya, Garda Tipidkor Sulut menuntut agar Jamwas Kejagung RI dan Komisi Kejaksaan RI segera menurunkan tim pemeriksa untuk mengawasi proses hukum kasus ini.
Kajati Sulut diminta menyampaikan secara terbuka hasil ekspose di Jampidsus dan status hukum lima anggota DPRD aktif.
Kejari Bitung juga didesak segera menetapkan lima anggota dewan aktif sebagai tersangka jika terbukti terlibat, serta menjamin transparansi dan akuntabilitas hukum guna memulihkan kepercayaan publik terhadap Kejaksaan.
“Proses penetapan tersangka sebelumnya dilakukan secara terbuka di Kejati Sulut.
Jadi penanganan terhadap anggota dewan aktif pun seharusnya dilakukan dengan cara yang sama, tanpa ada yang ditutup-tutupi,” pungkas Lumempouw.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bitung, Krisna Pramono, S.H., saat dikonfirmasi PRONews5.com belum lama ini mengatakan pihaknya masih menunggu petunjuk pimpinan. “Kita tunggu jawaban dari pimpinan aja,” ujarnya singkat. (ARP)
Sebagai media independen, PRONews5.com berkomitmen menyajikan berita akurat dari lapangan. Jika di kemudian hari ditemukan kekeliruan penulisan atau data, redaksi akan melakukan revisi dan klarifikasi sesuai kaidah jurnalisme yang bertanggung jawab.

