TOMOHON, PRONews5.com – Seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2025 di Kota Tomohon terus menuai masalah. Kepala BKPSDM Tomohon, Johnson Liuw, S.Pi., dinilai menghindari kritik publik karena tidak memberikan klarifikasi langsung kepada media yang sejak awal memberitakan dugaan penyimpangan, melainkan memilih berbicara di media lain.
Sikap ini dianggap sebagai bentuk menghindar dari tanggung jawab sekaligus menutupi persoalan yang bisa menyeret Wali Kota Tomohon.
Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas mewajibkan pejabat publik melayani hak jawab di media yang memberitakan.
Bukan di tempat lain. Menurut sejumlah pemerhati, tindakan Johnson justru memperlihatkan lemahnya komitmen terhadap transparansi publik, terlebih ketika masyarakat membutuhkan penjelasan terbuka mengenai seleksi PPPK yang dinilai sarat masalah.
Tokoh masyarakat Tomohon, Josis Ngantung, menegaskan bahwa upaya menutup kebenaran hanya bersifat sementara. “Sekalipun kebenaran ditutupi, ia akan mencari jalannya sendiri.
Kalau pejabat publik takut dikritik dan memilih lari ke media lain, itu hanya menunda kenyataan. Cepat atau lambat, fakta akan terungkap,” ujarnya.
Eddy Rompas dari Lembaga Investigasi Negara (LIN), menilai kasus ini menyentuh dua aspek sekaligus: maladministrasi dan potensi pidana.
“Kalau benar honorer kategori R3 yang wajib diprioritaskan sesuai PermenPAN-RB Nomor 29 Tahun 2021 justru digusur, sementara R4 diloloskan, itu jelas pelanggaran administrasi.
Jika terbukti ada praktik suap atau penyalahgunaan jabatan, maka unsur tindak pidana korupsi juga bisa masuk,” jelasnya.
Masalah ini bukan sekadar soal teknis seleksi, tetapi menyangkut integritas pemerintah daerah.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) diminta segera turun tangan menggunakan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ombudsman RI juga didesak melakukan pemeriksaan dugaan maladministrasi dalam seleksi PPPK Tomohon, sementara Aparat Penegak Hukum (APH) diharapkan mengusut potensi pelanggaran pidana jika ditemukan bukti penyalahgunaan jabatan atau praktik kecurangan.
Wali Kota Tomohon selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak bisa tinggal diam.
Ia memiliki kewenangan untuk menindak bawahannya apabila terbukti melanggar aturan atau merugikan kepentingan publik. Jika tidak bertindak, dampaknya bisa melemahkan kewibawaan kepemimpinan di mata masyarakat.
Hingga berita ini dipublikasikan, Johnson Liuw belum memberikan klarifikasi resmi kepada PRONews5.com meski telah dimintai konfirmasi.
Publik kini menunggu langkah nyata Mendagri, Ombudsman, APH, dan Wali Kota Tomohon dalam menuntaskan dugaan penyimpangan ini demi menjaga keadilan dan kepastian hukum.
[**/ARP]