JAKARTA, PRONews5.com – Di balik ambisi besar digitalisasi pendidikan nasional yang digagas saat pandemi Covid-19, kini mulai tersingkap kabut tebal korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyelidiki dugaan penyelewengan anggaran triliunan rupiah di tubuh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada masa kepemimpinan Nadiem Makarim.
Proyek yang diselidiki mencakup layanan penyimpanan data berbasis Google Cloud dan bantuan kuota internet gratis untuk pelajar dan tenaga pendidik di seluruh Indonesia.
Skema ini dulunya dipromosikan sebagai solusi cerdas menghadapi darurat pendidikan akibat pandemi. Namun KPK kini menduga, di balik jargon “merdeka belajar”, ada kebebasan lain yang dimanfaatkan: kebebasan mengatur proyek dan menggerogoti uang negara.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com (28/7/2025), Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebut bahwa penyelidikan ini merupakan bagian dari upaya memisahkan benang kusut antara pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak yang dikucurkan dalam satu paket besar digitalisasi pendidikan.
“Ya, benar. Ada penyelidikan terkait kuota internet gratis, Google Cloud, dan Chromebook. Ini satu paket yang tidak bisa dipisah, meski penyelidikannya berbeda,” ujar Asep.
Ia menambahkan, fokus KPK saat ini berada pada perangkat lunak, khususnya pada kontrak layanan Google Cloud yang digunakan untuk menyimpan data tugas dan ujian siswa dalam skala nasional.
Proses pembayaran ke penyedia layanan asing tersebut kini menjadi sorotan tajam penyidik KPK, mengingat besarnya nilai transaksi dan lemahnya kontrol penggunaan.
Dalam penyelidikan paralel, Kejaksaan Agung telah lebih dulu membongkar kasus pengadaan laptop berbasis Chrome OS alias Chromebook, yang merugikan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Empat pejabat dan konsultan teknologi telah ditetapkan sebagai tersangka, termasuk mantan staf khusus Mendikbudristek, Jurist Tan, serta Dirjen PAUD-Dikdasmen dan Direktur Sekolah Dasar.
Dokumen pengadaan disebut sengaja disusun agar mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chromebook. Padahal, dalam kajian internal Kemendikbudristek sendiri, laptop jenis ini dinilai tidak kompatibel dengan kondisi infrastruktur dan kebutuhan pendidikan di Indonesia, terutama di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Dengan kata lain, ada indikasi kuat pengadaan ini dipaksakan demi menguntungkan pihak tertentu, tanpa mempertimbangkan efektivitas penggunaannya di lapangan.
Program bantuan kuota internet yang menjadi bagian dari skema besar ini pun tak luput dari masalah. Pemerintah mengklaim telah mendistribusikan 20 GB per bulan untuk siswa PAUD, 35 GB untuk jenjang SD hingga SMA, dan 50 GB untuk mahasiswa dan dosen. Namun kenyataannya, banyak siswa di daerah mengaku tidak pernah menerima kuota tersebut.
Sebagian harus membeli paket data sendiri agar bisa ikut belajar daring. Alih-alih meringankan, program ini justru menjadi beban tambahan bagi keluarga miskin.
KPK kini mendalami apakah terjadi penyimpangan dalam proses distribusi dan pelaporan kuota, termasuk kemungkinan markup atau laporan fiktif oleh penyedia dan mitra kerja Kemendikbudristek.
Nama Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan dan ikon transformasi digital pendidikan, kini ikut terseret dalam sorotan publik.
Meski telah menyatakan bahwa semua proses pengadaan dilakukan secara transparan, pengamat kebijakan publik menilai pernyataan itu tak cukup.
Ada tuntutan kuat agar semua pejabat pembuat kebijakan saat itu diperiksa. Skandal ini tidak bisa hanya berhenti pada pejabat teknis atau staf pelaksana.
Jika benar ada permainan besar dalam proyek digitalisasi pendidikan, maka tanggung jawab moral dan hukum harus ditelusuri hingga ke pucuk pengambil keputusan.
Penyelidikan ini bukan sekadar soal dugaan korupsi, melainkan ujian atas integritas reformasi pendidikan yang digadang-gadang membawa kemajuan.
Di balik slogan dan tampilan teknologi canggih, tampaknya ada celah gelap yang sengaja dibuka oleh mereka yang mengerti celah sistem.
Skema digital yang semestinya menolong siswa di tengah krisis, kini disorot sebagai lahan bancakan yang menjauhkan pendidikan dari nilai kejujuran dan keberpihakan pada rakyat kecil.
KPK menegaskan bahwa komunikasi dengan Kejagung tetap intensif untuk menghindari tumpang tindih penanganan perkara. Namun publik menanti lebih dari sekadar koordinasi. Yang diinginkan adalah keadilan—dan jawaban, mengapa proyek sebesar itu bisa dijalankan tanpa pengawasan ketat, dan siapa saja yang bermain di dalamnya.
Jika tak dituntaskan, awan gelap ini akan terus menggantung di atas sistem pendidikan nasional. Dan yang akan paling dirugikan bukan para pejabat di balik meja, tapi anak-anak Indonesia yang seharusnya dilindungi masa depannya oleh negara.
[**/ARP]
- anggaran pendidikan diselewengkan
- bantuan kuota fiktif
- kasus kuota internet gratis
- Kemendikbudristek bermasalah
- korupsi digitalisasi pendidikan
- KPK periksa Kemendikbud
- laptop sekolah mangkrak
- merdeka belajar gagal
- Nadiem Makarim korupsi
- penyidikan KPK pendidikan
- proyek Google Cloud Indonesia
- skandal Chromebook