JAKARTA– Perjuangan panjang Senator Ir. Stefanus B.A.N. Liow, M.A.P. dalam memperjuangkan hak petani dan penyuluh pertanian akhirnya membuahkan hasil.
Dalam Rapat Kerja (Raker) Komite II DPD RI bersama Menteri Pertanian RI, Senator Stefa—sapaan akrabnya—kembali menegaskan pentingnya penyederhanaan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi serta peningkatan kesejahteraan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL).
Hasilnya, pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi, yang memangkas birokrasi panjang dalam distribusi pupuk.
Menteri Pertanian RI, Dr. Ir. H. Andi Amran Sulaiman, M.P., mengakui bahwa masukan dari Komite II DPD RI menjadi salah satu acuan dalam penyusunan regulasi ini.
“Dulu, ada ratusan aturan dan prosesnya melibatkan puluhan kementerian dan lembaga.
Sekarang, mekanismenya jauh lebih ringkas. Pupuk bersubsidi langsung disalurkan dari Kementerian Pertanian ke PT Pupuk Indonesia, lalu ke Gapoktan/Pengecer, dan akhirnya ke petani.
Tidak lagi melalui birokrasi Pergub, Perbup, atau Perwako,” ujar Menteri Amran dalam Raker yang digelar di Ruang Kuta, Gedung B DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/2).
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2025, yang mengatur bahwa PPL akan ditarik kembali ke pusat dan berada di bawah naungan Kementerian Pertanian RI.
Dengan kebijakan ini, para penyuluh pertanian akan memiliki keleluasaan lebih dalam menjalankan tugasnya tanpa intervensi politik daerah.
Di tempat terpisah, Drs. Jan A.R. Tumilaar, M.Th., M.Sc., Staf Khusus Senator Stefanus Liow, menyatakan bahwa kebijakan ini adalah hasil dari perjuangan panjang senator asal Sulut tersebut.
Dalam berbagai kunjungan kerja dan pertemuan dengan Dinas Pertanian, PPL, dan kelompok tani, Stefanus Liow konsisten memperjuangkan perubahan mekanisme pupuk bersubsidi serta status kepegawaian PPL.
“Harapannya, dengan kebijakan baru ini, PPL yang berada di bawah pusat bisa lebih optimal dalam membina kelompok tani dan memastikan data penerima pupuk bersubsidi lebih akurat, tanpa ada tekanan atau kepentingan politik,” ujar Tumilaar, yang juga Sekretaris Komisi Pelayanan Fungsional Sinode GMIM.
Langkah maju ini disambut baik oleh kalangan petani dan penyuluh di daerah. Dengan mekanisme yang lebih sederhana dan status kepegawaian yang lebih jelas, diharapkan kesejahteraan mereka akan meningkat dan produktivitas sektor pertanian semakin optimal.
[**/ARP]