JAKARTA– Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, menilai rencana pengunduran pelantikan kepala daerah dari 6 Februari ke 18-20 Februari 2025 menyalahi aturan.

Pasalnya, keputusan tersebut diambil tanpa melibatkan Komisi II DPR RI, yang seharusnya berperan dalam setiap kebijakan terkait kepemiluan.

“DPR RI, khususnya Komisi II, tidak dilibatkan dalam pemunduran jadwal ini.

Padahal, semua hal terkait kepemiluan harus melibatkan DPR dan mitra kerja,” tegas Toha kepada wartawan di Jakarta, Senin (3/2/2025).

Dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), telah disepakati bahwa pelantikan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 tanpa sengketa akan dilaksanakan pada 6 Februari 2025.

Pelantikan dilakukan oleh Presiden melalui Mendagri.

Namun, Kemendagri tiba-tiba merencanakan pengunduran jadwal pelantikan ke 18-20 Februari 2025 tanpa membahasnya dengan Komisi II DPR RI.

Keputusan ini bertentangan dengan kesepakatan awal, yang telah mempertimbangkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 27/PUU-XXII/2024.

Menurut Toha, keputusan pengunduran pelantikan ini tidak hanya mencederai kesepakatan sebelumnya tetapi juga berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum.

Oleh karena itu, Komisi II DPR RI akan segera memanggil Mendagri untuk meminta klarifikasi terkait perubahan mendadak ini.

“Kemendagri tiba-tiba berencana mengundurkan jadwal pelantikan ke 18-20 Februari tanpa membahas perubahan ini dengan Komisi II DPR RI.

Ini jelas menyalahi aturan. Oleh karena itu, kami akan memanggil Mendagri untuk menjelaskan rencana pengunduran jadwal pelantikan ini,” ujar Toha dengan nada tegas.

Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mengungkapkan bahwa MK dijadwalkan akan membacakan putusan dismissal terhadap 310 sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025.

Namun, perlu ada kejelasan sejak awal mengenai daerah yang berdasarkan putusan MK harus mengulang pemilihan melalui pemungutan suara ulang (PSU) atau Pilkada ulang.

Sebagai solusi, Toha mengusulkan agar pelantikan kepala daerah tahap kedua dilakukan secara serentak, dan tetap mengikuti jadwal Pilkada Serentak Nasional pada 2029.

“Ini penting agar tidak ada ketimpangan dalam periode pemerintahan daerah,” tambahnya.

[**/SS]