JAKARTA– Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Jaringan Buruh Migran (JBM), Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), dan Serikat Buruh Migran Indonesia.

RDPU ini bertujuan untuk membahas penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Anggota Baleg DPR RI, Edi Purwanto, menyoroti bahwa regulasi mengenai perserikatan buruh dalam UU yang berlaku saat ini belum diatur secara rinci.

Hal ini mengakibatkan lambannya penanganan kasus yang menimpa pekerja migran.

“Dari diskusi tadi, ada banyak tuntutan terkait kepastian perlindungan bagi pekerja migran Indonesia.

Mulai dari kasus pembunuhan, gaji yang tidak dibayar, penganiayaan, hingga mekanisme restitusi dan kompensasi.

Semua pandangan ini menjadi masukan bagi kami,” ujar Edi di Gedung Nusantara I, Ruang Baleg DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Mekanisme Meaningful Participation dalam Penyusunan RUU

Edi menegaskan bahwa penyusunan RUU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia harus dilakukan secara serius dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.

Untuk itu, DPR menerapkan mekanisme meaningful participation, di mana pembahasan RUU tidak sekadar menjadi formalitas, tetapi benar-benar melibatkan para pemangku kepentingan.

“Kami menerapkan meaningful participation agar penyusunan RUU ini tidak sekadar formalitas.

Selain diskusi langsung, ke depan kami juga akan menggelar pertemuan daring dengan pakar hukum dan praktisi ketenagakerjaan, agar rancangan regulasi ini lebih komprehensif,” jelas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Ia berharap, melalui mekanisme ini, RUU yang disusun dapat menjadi solusi jangka panjang bagi berbagai persoalan pekerja migran.

Selain itu, Naskah Akademik (NA) akan disebarluaskan agar publik dapat memberikan masukan sebelum aturan tersebut ditetapkan.

“Jika Naskah Akademik sudah disebarluaskan, publik bisa ikut memeriksa apakah ada kekurangan atau ketidaktepatan dalam aturan yang dibuat,” tambahnya.

Membangun Regulasi yang Kuat dan Berkelanjutan

Edi juga menekankan bahwa revisi UU ini harus mampu menghasilkan regulasi yang kuat dan tidak perlu sering direvisi dalam waktu dekat.

Hal ini penting untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih baik bagi pekerja migran Indonesia.

“Misalnya, jika kita lihat ke belakang, bagaimana Pancasila dan UUD 1945 tetap relevan hingga saat ini.

Kita ingin revisi UU ini juga memiliki daya tahan yang sama dalam memberikan perlindungan bagi pekerja migran,” ungkapnya.

Selain aspek regulasi, Edi menyoroti pentingnya peningkatan keterampilan pekerja migran agar mereka lebih kompetitif di negara tujuan.

“Keterampilan hidup (life skill) sangat penting. Oleh karena itu, Balai Latihan Kerja (BLK) di daerah harus dihidupkan kembali, bekerja sama dengan pihak ketiga seperti Balai Jasa Tenaga Kerja Indonesia (BJTKI),” tutupnya.

Dengan adanya revisi ini, DPR RI berharap pekerja migran Indonesia mendapatkan perlindungan yang lebih baik serta memiliki daya saing tinggi di pasar tenaga kerja global.

[**/ARP]