Mereka segera berkoordinasi dengan pemerintah kelurahan, nelayan, dan masyarakat setempat untuk mengembalikan ikan itu ke habitatnya.
“Tidak berselang lama setelah ikan itu tertangkap, mereka melepaskan ikan ini di pinggiran pantai dan melihat bahwa kondisi ikan ini sangat sehat, masih bergerak dengan lincah meskipun ada sedikit lecet pada sirip kanan,” terang Prof. Alex Masengi PhD. dan Ixchel F. Mandagi PhD., dosen FPIK Unsrat serta pengurus International Coelacanth Research Center dan Marine Museum, kepada PRONews5.com, Jumat (4/7/2025).
Pada sekitar pukul 07:30 WITA, Pak Meidi Kasehung dan anaknya Aldi Kasehung, ditemani Ibu Lusye Blendinger, menggunakan perahu fiber untuk mengembalikan Coelacanth.
Mereka mengikat bagian kepala ikan dengan tali dan menariknya perlahan menuju perairan Batu Empat yang lebih dalam, sekitar 25-30 meter.
Setelah mencapai kedalaman yang sesuai, ikan itu dilepaskan perlahan. Mereka mengamati ikan Coelacanth itu dengan cepat bergerak menuju dasar perairan dan menyisir dasar sebelum menuju ke tebing yang lebih curam.
Selama kurang lebih 30 menit menunggu dan melihat ikan tersebut tidak kembali ke permukaan, mereka memutuskan untuk kembali ke pantai, yakin bahwa ikan itu telah berhasil kembali ke habitatnya.
“Dengan harapan ikan ini akan bertahan hidup, semoga,” pungkas Prof. Alex Masengi dan Ixchel F. Mandagi, yang mendapatkan informasi detail ini dari wawancara dengan Ibu Lusye Blendinger dan Pak Jendri Pontoh.
Penemuan Coelacanth di Sitaro menambah daftar lokasi keberadaan ikan purba ini di Indonesia.
Pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1997 di Pasar Bersehati Manado, Sulawesi Utara, oleh Ibu Arnaz dan Mark Erdman dalam keadaan mati, ikan tersebut tertangkap di sekitar Pulau Manado Tua.
Selanjutnya, Coelacanth secara berturut-turut ditemukan di Buol Sulawesi Tengah, sekitar Pulau Talisei, Teluk Amurang, Pulau Batu Kapal Kota Bitung, Biak Papua, dan Raja Ampat. Penemuan terbaru sebelumnya tercatat di sekitar Pulau Ternate pada Oktober 2024 dan Teluk Buko Atinggola pada Januari 2025.
[**/ARP]

