MINAHASA, PRONews5.comDunia pendidikan di Kabupaten Minahasa kembali tercoreng oleh dugaan praktik intervensi birokrasi terhadap proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMP Negeri 4 Tondano.

Dua pejabat teras Dinas Pendidikan Kabupaten Minahasa, yakni Kepala Dinas Hansye Tommy Wuwungan, SPd, MM dan Sekretaris Dinas Franky Waworuntu, SH, MAP, disebut-sebut secara tidak etis mencoba memaksakan kehendak agar calon siswa tertentu diterima di luar mekanisme seleksi resmi.

Peristiwa ini memicu reaksi keras dari kalangan pendidik, tokoh masyarakat, serta orang tua siswa.

Informasi yang berhasil dikonfirmasi dari sejumlah sumber internal dan eksternal sekolah menunjukkan adanya tekanan yang dilakukan oleh kedua pejabat terhadap kepala sekolah, agar mengakomodasi siswa titipan yang sebelumnya tidak mengikuti alur seleksi sesuai regulasi.

Padahal, seleksi telah dilakukan secara terbuka dan akuntabel oleh panitia PPDB sekolah. Dari 400 pendaftar, hanya 220 siswa diterima berdasarkan hasil tes akademik dan keterbatasan ruang kelas.

“Prosedur PPDB kami jalankan dengan prinsip transparansi dan meritokrasi. Jika kemudian hasil seleksi ingin diubah demi meloloskan kepentingan personal pejabat, ini adalah bentuk intervensi yang merusak etika birokrasi dan melecehkan integritas dunia pendidikan,” ungkap salah satu guru senior SMPN 4 Tondano yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan.

Kasus ini menjadi ironi, mengingat SMPN 4 Tondano selama ini dikenal sebagai salah satu sekolah rujukan antikorupsi di Sulawesi Utara.

Sekolah tersebut secara konsisten menolak pungutan liar, praktik kolusi, dan segala bentuk manipulasi administratif dalam setiap kegiatan pendidikan.

Upaya memaksakan murid titipan bukan hanya melanggar prinsip tata kelola yang bersih, tetapi juga berpotensi masuk dalam ranah pelanggaran hukum administrasi dan etika jabatan.

Tokoh masyarakat Minahasa, Jefry Nongko dan Reagen Rombot, turut mengecam keras tindakan dua pejabat dimaksud. “Ini preseden buruk bagi pendidikan Minahasa.

Bupati dan Wakil Bupati harus segera mengambil langkah korektif. Jika terbukti, sanksi administratif hingga pencopotan jabatan harus dilakukan.

Sudah ada temuan BPK di sektor pendidikan, jangan tunggu sampai masyarakat kehilangan kepercayaan total,” tegas mereka.

Reaksi serupa juga datang dari orang tua siswa. Mereka menyampaikan protes keras dan menyatakan siap menggelar aksi unjuk rasa apabila anak-anak mereka yang sudah dinyatakan lulus seleksi digantikan oleh siswa titipan.

“Sistem sudah berjalan sesuai prosedur. Jika karena kekuasaan anak kami harus tersingkir, maka kami akan melawan dengan jalur hukum dan aksi terbuka,” ujar sejumlah perwakilan orang tua siswa dengan tegas.

Kepala SMPN 4 Tondano, Melky Palilingan, S.Pd., yang dikonfirmasi PRONews5.com, memilih bersikap hati-hati.

Ia menegaskan bahwa seluruh proses PPDB sudah dijalankan sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak akan tunduk pada intervensi yang tidak berdasar.

“Saya bekerja berdasarkan regulasi. Semua sudah selesai sesuai tahapan. Jika ada yang merasa tidak puas, silakan menempuh jalur administratif sesuai mekanisme yang tersedia. Sekolah bukan tempat kompromi terhadap praktik penyimpangan,” tegas Palilingan.

Sayangnya, hingga berita ini dipublikasikan, Kepala Dinas Hansye Wuwungan dan Sekretaris Franky Waworuntu belum memberikan klarifikasi.

Kedua pejabat tersebut tidak berada di kantor saat hendak dikonfirmasi. Seorang staf menyebut bahwa Kadis tidak diketahui keberadaannya, sedangkan Sekretaris sedang menghadiri agenda di DPRD.

Situasi ini menunjukkan adanya potensi pelanggaran terhadap asas good governance, khususnya prinsip akuntabilitas dan profesionalitas pejabat publik.

Jika benar terbukti, tindakan intervensi dalam proses seleksi peserta didik dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tentang PPDB.

Dunia pendidikan adalah benteng terakhir moral bangsa. Jika institusi pendidikan dicemari oleh praktik kolusi dan intervensi kekuasaan, maka yang akan hancur bukan hanya sistem, tetapi masa depan anak-anak bangsa.

Pemerintah Kabupaten Minahasa dituntut untuk tidak sekadar diam, melainkan segera membentuk tim investigasi independen untuk menelusuri dugaan intervensi dan menyelamatkan marwah pendidikan di daerah ini.

[**/ARP]