KUANTAN SINGINGI, PRONews5.com – Tradisi Pacu Jalur asal Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, mendadak viral dan menjadi tren global berkat aksi menari seorang bocah di ujung perahu yang dikenal sebagai tren “Aura Farming”.

Pemerintah daerah dan pusat kini bersiap mengangkat Pacu Jalur sebagai Warisan Budaya Dunia melalui pengajuan ke UNESCO.

Aksi Rayyan Arkan Dikha, bocah 11 tahun yang menjadi Tukang Tari di ujung perahu, telah memikat jutaan penonton dunia lewat media sosial.

Gerakannya yang ekspresif dan atraktif sambil menjaga keseimbangan di ujung perahu menuai kekaguman hingga viral di TikTok, Instagram, dan YouTube.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Riau, Roni Rachmat, menyebut momen viral ini menjadi peluang emas bagi promosi pariwisata.

“Ini berkah. Kami akan benahi infrastruktur dan tata kelola Pacu Jalur agar wisatawan nyaman,” katanya, Minggu (6/7/2025).

Festival Pacu Jalur Tradisional 2025 akan berlangsung di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, pada 20–24 Agustus mendatang, mengusung tema “Pacu Jalur Mendunia, UMKM Semakin Jaya”.

Ajang ini masuk dalam daftar 110 event unggulan Karisma Event Nusantara (KEN) 2025 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Ketua Panitia Pacu Jalur 2025, Werry Ramadhana Putera, mengatakan perputaran uang selama lima hari festival diprediksi tembus Rp75 miliar.

“Tahun lalu ditonton 1,5 juta orang. Tahun ini bisa lebih, apalagi efek viral sangat kuat,” ujarnya, Senin (7/7/2025).

Total anggaran Pacu Jalur 2025 mencapai Rp4 miliar, bersumber dari APBD Kuansing dan sponsor. Finalisasi sponsor ditargetkan selesai sepekan sebelum acara.

Tren “Aura Farming”—gerakan khas Tukang Tari di ujung perahu—menjadi daya tarik utama. Lagu “Young Black & Rich” yang mengiringi video viral turut mendongkrak popularitas budaya ini.

Namun, munculnya klaim dari netizen Malaysia bahwa Pacu Jalur adalah budaya mereka memicu reaksi publik.

Kadispar Riau, Roni Rachmat, menegaskan, “Pacu Jalur adalah warisan budaya asli Indonesia, tercatat sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) sejak 2015. Kami siap edukasi publik global mengenai sejarah aslinya.”

Menteri Kebudayaan Fadli Zon memastikan Pacu Jalur telah tercatat dalam daftar WBTb nasional dan tengah dipersiapkan sebagai calon Warisan Budaya Dunia UNESCO.

“Antrean panjang, tapi kami siapkan semua dokumen dan kajian secara komprehensif,” kata Fadli, Rabu (9/7/2025).

Ia juga memuji Rayyan Dikha sebagai simbol ekspresi budaya organik yang lahir dari tradisi lokal.

“Itu atraksi sulit. Berdiri di ujung perahu sambil menari bukan hal mudah. Ini kekayaan budaya yang layak kita promosikan ke dunia.”

Pacu Jalur bukan sekadar lomba mendayung. Tradisi ini sudah berlangsung sejak abad ke-16 di sepanjang Sungai Kuantan, dari Hulu Kuantan hingga Cerenti.

Dulu menjadi moda transportasi utama, kini berkembang menjadi identitas sosial dan ajang pesta rakyat.

Setiap perahu dihiasi ukiran kepala ular, buaya, atau harimau.

Panjangnya mencapai 40 meter dan memuat hingga 60 pendayung. Biaya pembuatan satu perahu bisa mencapai Rp100 juta, yang sebagian besar dibiayai secara swadaya oleh masyarakat.

Letupan tiga kali meriam karbit menjadi aba-aba dimulainya pacu, dengan formasi lengkap: tukang concang (komando), tukang pinggang (juru mudi), tukang tari (ikon aksi), dan tukang onjay (pendayung utama).

Gubernur Riau, Abdul Wahid, menyatakan rasa terima kasih kepada para kreator konten.

“Tanpa mereka, budaya kita tidak akan se-viral ini. Mereka pahlawan digital yang menghidupkan kembali tradisi dalam format modern,” ujarnya di Pekanbaru, Selasa (8/7/2025).

Ia mendorong generasi muda Riau menjadi duta budaya digital. “Sekecil apa pun kontribusi, tetap berdampak besar,” tegasnya.

Kita ingin Pacu Jalur tak hanya viral, tapi diakui dan dilestarikan dunia.”

Festival Pacu Jalur 2025 diprediksi akan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah, dengan dukungan dari pusat, daerah, masyarakat, hingga netizen global.

Dari warisan kolonial menjadi ajang kebanggaan nasional dan kini bersiap menyapa dunia sebagai budaya unggulan Indonesia.

[**/ARP]