MINAHASA TENGGARA, PRONews5.com – Tim gabungan kepolisian dari Polda Sulawesi Utara (Sulut), Polres Minahasa Tenggara, dan jajaran Polsek berhasil mengamankan 10 pelaku pembawa senjata tajam dan senjata angin tanpa izin dalam operasi yang digelar di sejumlah wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara.

Wakapolda Sulut Brigjen Pol Bahagia Dachi menegaskan, tidak ada penangguhan proses hukum: seluruh pelaku akan diproses hingga ke pengadilan.

Operasi senjata tajam dan senjata ilegal ini dimulai pada Kamis (27/3/2025) malam di Kecamatan Belang.

Saat itu, tim gabungan menemukan dua pria pengendara sepeda motor berinisial IJ dan AR, masing-masing membawa samurai serta parang dan badik tanpa izin.

Keduanya diketahui baru pulang dari lokasi tambang di Ratatotok.

Keesokan harinya, Jumat (28/3/2025), seorang pria berinisial DU diamankan di wilayah Ratatotok karena kedapatan membawa senjata angin laras pendek.

Hasil pengembangan membawa petugas pada tersangka lain, GW, yang diketahui menjual senjata tersebut.

Rangkaian penindakan berlanjut pada Minggu (30/3/2025) dini hari, saat RM ditangkap karena membawa senjata tajam jenis cakram dan membuat keributan di Tombatu Timur.

Empat pelaku lainnya, DP, AG, AK, dan satu lagi RM, diamankan pada Senin (7/4/2025) malam di Belang karena membawa senjata angin tanpa izin.

Kemudian, Sabtu (12/4/2025) malam, DY diciduk di Kecamatan Ratatotok usai kedapatan membawa senjata angin laras panjang ilegal.

“Para pelaku telah melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Tiga pelaku dikenakan pasal 2 ayat (1) dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara.

Sementara tujuh lainnya dijerat pasal 1 ayat (1) jo pasal 102 Perpol Nomor 1 Tahun 2022 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara, penjara seumur hidup, atau bahkan pidana mati,” ungkap Brigjen Pol Bahagia Dachi dalam konferensi pers di Mapolda Sulut, Rabu (16/4/2025).

Ia didampingi Kabid Humas AKBP Alamsyah P. Hasibuan, Kapolres Mitra AKBP Handoko Sanjaya, dan Kasubdit Jatanras Kompol Rido Doly Kristian.

Wakapolda menekankan bahwa operasi ini merupakan langkah tegas yang melibatkan seluruh elemen—TNI, pemda, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga tokoh adat—untuk menertibkan wilayah tambang dari potensi konflik dan kekerasan.

“Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie menegaskan tidak ada toleransi. Tidak ada penangguhan penahanan.

Harus sampai di pengadilan sebagai efek jera. Siapa pun yang masih menyimpan senjata ilegal, segera serahkan ke aparat,” tegas Wakapolda.

Ia juga mengimbau masyarakat Ratatotok agar tidak lagi membawa atau menggunakan senjata tanpa izin, terutama mengingat aktivitas pertambangan di wilayah tersebut yang rawan memicu konflik.

[**/ARP]