Jakarta, PRONews5.com– Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menolak gugatan perdata yang diajukan Sayid Iskandarsyah terhadap Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat yang dipimpin Sasongko Tedjo.

Putusan ini menegaskan bahwa sengketa internal organisasi profesi tidak dapat diselesaikan melalui jalur peradilan umum.

Majelis hakim yang diketuai Haryuning Respanti, SH, MH, dengan anggota Herdiyanto Sutantyo, SH, MH, dan Budi Prayitno, SH, MH, memutuskan bahwa PN Jakpus tidak berwenang memeriksa perkara ini. Amar putusan menyatakan:

  1. Mengabulkan eksepsi Tergugat II hingga Tergugat X.
  2. Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara perdata gugatan Nomor 395/Pdt.G/2024/PNJkt.Pst.
  3. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.888.000,00.

Putusan ini diumumkan dalam sidang e-court pada Selasa (18/3/2025).

Keputusan PN Jakpus ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Tim Advokat Kehormatan Wartawan yang membela DK PWI.

“Putusan ini menegaskan bahwa mekanisme internal organisasi profesi memiliki peran yang diakui oleh hukum dan harus dihormati.

Kami mengapresiasi majelis hakim yang mempertimbangkan aspek hukum secara mendalam,” ujar Fransiskus Xaverius, SH, anggota Tim Advokat Kehormatan Wartawan.

Tim Advokat Kehormatan Wartawan dipimpin oleh dua tokoh hukum ternama, Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, SH, LLM, dan Dr. Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, SH, LLM. Tim ini terdiri dari 15 pengacara dari firma hukum Lubis, Santosa & Partners Law Firm serta Luhut MP Pangaribuan & Partners.

Mereka menegaskan bahwa keputusan DK PWI Pusat adalah bagian dari penegakan kode etik jurnalistik dan peraturan internal organisasi.

Dalam persidangan, Tim Advokat Kehormatan Wartawan mengajukan eksepsi kompetensi absolut, menegaskan bahwa sengketa internal organisasi tidak masuk dalam ranah pengadilan umum.

Mengacu pada UU No. 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah diubah dengan Perppu No. 2/2017, organisasi memiliki kewenangan mengawasi anggotanya sendiri.

Dalam kasus ini, DK PWI telah menjalankan perannya sesuai peraturan dasar dan kode etik yang berlaku dalam PWI.

“Badan Peradilan Umum tidak memiliki kewenangan absolut untuk mengadili perkara ini.

Majelis hakim sudah tepat dalam memutuskan gugatan tidak dapat diterima,” ujar salah satu anggota tim pengacara.

Kasus ini bermula dari Surat Keputusan (SK) DK PWI No. 21/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 yang menjatuhkan sanksi terhadap Sayid Iskandarsyah terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengelolaan dana organisasi.

SK tersebut mengharuskan Sayid dan beberapa pihak lain mengembalikan dana senilai Rp1,77 miliar ke kas PWI Pusat.

Sayid mengajukan gugatan perdata dengan dalih SK tersebut menyebabkan kerugian materiil dan immateriil.

Ia menuntut ganti rugi sebesar Rp101,87 miliar, terdiri dari: Rp1,77 miliar sebagai kewajiban pengembalian dana, Rp100 juta untuk biaya perjuangan hukum dan Rp100 miliar atas kehilangan nama baik dan kehormatan.

Ia juga menuntut denda Rp5 juta per hari jika tergugat tidak menjalankan putusan pengadilan.

Dengan putusan ini, PN Jakpus menegaskan bahwa organisasi profesi memiliki mekanisme penyelesaian internal yang harus dihormati.

Sengketa yang berakar dari kode etik dan peraturan internal seharusnya tidak dibawa ke ranah peradilan umum.

Keputusan ini juga memperkuat posisi DK PWI dalam menjaga integritas profesi wartawan.

“Kami berharap semua pihak dapat mengambil hikmah dari perkara ini serta menjaga nilai-nilai integritas dalam dunia pers,” pungkas Fransiskus Xaverius.

[**/ML]