BITUNG- Bisnis solar ilegal di Kota Bitung, Sulawesi Utara, semakin merajalela. Sosok yang diduga sebagai dalang utama terungkap memiliki nama samaran “Party”, dan menjalankan bisnis haram ini melalui perusahaannya, PT Wayamato Jobubu Makmur (WJM).
Modus operandi yang dilakukan cukup sederhana namun menghasilkan keuntungan besar.
Party membeli solar subsidi dengan harga Rp8.500–Rp9.000 per liter, kemudian menjualnya kembali ke perusahaan-perusahaan dengan harga industri, yakni Rp11.000–Rp12.000 per liter.
Dengan skema ini, keuntungan yang diraup diduga mencapai miliaran rupiah setiap bulan.
Operasi bisnis ilegal ini tidak dikerjakan sendirian.
Party memiliki jaringan yang terstruktur, terdiri dari tim pemasaran, administrasi, hingga tim lapangan.
Semua laporan akhirnya bermuara kepada dirinya.
“Sistemnya sangat rapi. Semuanya harus melalui Party, tidak ada yang bisa keluar dari jalur yang sudah ditentukan,” ungkap seorang sumber kepada PRONews5.com.
Ia juga mengungkap bahwa penjualan solar ilegal bisa mencapai puluhan ton, dengan target utama perusahaan-perusahaan di Bitung.
Lebih jauh lagi, aktivitas ilegal ini diduga dibekingi oleh oknum aparat, yang membuat operasinya berjalan lancar tanpa hambatan.
“Tidak setiap hari dijual, tergantung permintaan. Tapi kalau ada order besar, pasokan langsung dikirim,” beber sumber tersebut.
Menariknya, Party bukan pemain baru dalam bisnis ini. Meskipun operasinya baru berjalan sejak 2024, jaringan yang dimilikinya sangat kuat dan luas.
“Kalau baru mulai pasti masih banyak negosiasi dan lobi-lobi. Tapi ini langsung jalan lancar, berarti dia sudah cukup pengalaman,” tambahnya.
Lokasi gudang penyimpanan solar ilegal masih menjadi misteri.
Namun, sumber menyebut bahwa gudang tersebut berada di Kota Bitung dan dilengkapi banyak tandon berkapasitas 1.000 liter.
Operasi pengisian solar subsidi dilakukan mulai sore hingga dini hari, tergantung kapasitas stok yang tersedia.
“Kalau stok masih penuh, pembelian ditahan atau hanya beli sedikit,” ungkap seorang pekerja gudang.
Pengepul solar ini mendapatkan pasokan dari truk-truk yang mengisi di SPBU Kota Bitung dan Minahasa Utara.
Bahkan, beberapa pemasok berasal dari gudang-gudang kecil di Manado dan Minahasa.
Solar yang dikumpulkan kemudian dijual ke perusahaan-perusahaan tanpa faktur pajak, hanya menggunakan kuitansi sederhana.
Hal ini tentu melanggar hukum, karena solar subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat malah dijual dengan harga industri untuk kepentingan pribadi.
Dari informasi yang diperoleh, bisnis ilegal ini menghasilkan keuntungan miliaran rupiah setiap bulan. Party tidak bergerak sendirian.
Ia dibantu oleh dua orang rekannya, lelaki berinisial Icon dan Black, yang bertugas sebagai tangan kanan dalam operasional bisnis ini.
Keberanian mereka dalam menjalankan bisnis ilegal ini memunculkan dugaan adanya jaringan mafia solar di Kota Bitung.
Kota ini seolah menjadi “surga” bagi para pelaku bisnis bahan bakar ilegal.
Dengan semakin banyaknya mafia solar di wilayah ini, pertanyaan besar muncul: Apakah aparat penegak hukum akan bertindak tegas, atau justru membiarkan bisnis ini terus berjalan?
Masyarakat kini menanti langkah nyata dari pihak berwenang untuk membongkar jaringan mafia solar ilegal yang semakin merajalela di Sulawesi Utara. (Bersambung)
[**/ARP]