TOMOHON | PRONews5.com– Proyek pembangunan Laboratorium Kesehatan Kota Tomohon senilai Rp13,56 miliar yang diresmikan Wali Kota Caroll Joram Azarias Senduk, SH, pada 30 Januari 2025, kini memicu gelombang kritik dan sorotan tajam dari masyarakat.
Bangunan yang berdiri di atas jalur air dan berdekatan dengan jembatan utama itu diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dari hasil investigasi PRONews5.com dan konfirmasi terhadap beberapa pihak, ditemukan indikasi kuat bahwa proyek yang dibiayai melalui APBD Kota Tomohon TA 2024 itu disinyalir tidak dilengkapi dokumen wajib lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) maupun UKL-UPL.
Dugaan pelanggaran ini dapat dikenai Pasal 109 juncto Pasal 36 UU No. 32/2009 yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.
Warga sekitar lokasi proyek, khususnya di kelurahan yang terdampak langsung, menyampaikan kekhawatiran mereka.
Lokasi proyek berada di sempadan jalur air yang selama ini menjadi saluran pembuangan utama saat musim hujan.
“Kalau tidak ada kajian risiko, ini jelas pembiaran. Kalau nanti banjir dan ada korban, siapa yang bertanggung jawab?” ujar seorang warga, Minggu (18/5/2025).
Pemerintah Kota Tomohon melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup, John Kapoh, belum memberikan penjelasan memadai.
Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kapoh hanya membalas singkat, “Nanti saya cek ke Bidang Teknis,” tanpa keterangan lanjutan.
Bahkan ketika ditanya lebih lanjut, hanya dibalas dengan emoji tangan menyatu, yang dinilai publik sebagai bentuk ketidakseriusan menanggapi isu serius ini.
Menurut sejumlah pakar hukum lingkungan, absennya dokumen Amdal atau UKL-UPL bukan kesalahan administratif biasa, tetapi pelanggaran hukum substantif.
“Pemerintah daerah wajib taat pada prinsip kehati-hatian dan prinsip pencegahan sebagaimana diatur dalam hukum lingkungan.
Jika proyek seperti ini dipaksakan tanpa izin lingkungan, maka seluruh proses bisa batal demi hukum,” ungkap salah satu narasumber ahli.
Bukan hanya itu, proyek ini juga diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 yang melarang aktivitas konstruksi di sempadan sungai tanpa persetujuan teknis.
Potensi risiko terhadap bencana hidrologis seperti banjir sangat tinggi bila jalur aliran air terganggu.
Publik kini mendesak agar proyek ini diaudit secara menyeluruh oleh lembaga independen.
Jika terbukti terjadi pelanggaran hukum dan tata ruang, masyarakat menuntut pembangunan dihentikan sementara, serta meminta aparat penegak hukum seperti Kepolisian dan Kejaksaan turun tangan menyelidiki penggunaan dana serta kelalaian administratif.
“Proyek ini jangan sampai menjadi simbol kelalaian pemerintah. Uang rakyat tidak boleh dipakai untuk membangun bangunan yang melanggar hukum dan membahayakan keselamatan,” ujar warga lainnya dengan nada geram.
Dugaan pelanggaran ini kini menjadi ujian besar bagi integritas Pemerintah Kota Tomohon.
Skandal ini bisa berdampak luas jika ditemukan unsur kelalaian administratif, pengabaian dokumen hukum, atau bahkan indikasi penyalahgunaan keuangan negara.
Wali Kota dan jajaran dinilai perlu segera mengambil langkah korektif, baik administratif maupun hukum, sebelum kepercayaan publik runtuh lebih dalam.
[*/ARP]