MINAHASA, PRONews5.com Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Utara menemukan kelebihan bayar sebesar Rp73.251.190 dalam proyek rehabilitasi kolam, bak pemijahan, induk, tandon, dan bak pendederan ikan di Kabupaten Minahasa tahun 2024. Aktivis antikorupsi menilai, pembayaran penuh sebelum pekerjaan selesai menyalahi prinsip pengelolaan keuangan daerah.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Minahasa, Lendy Aruperes, membenarkan temuan tersebut dan memastikan kelebihan pembayaran telah dikembalikan ke kas daerah dua bulan lalu oleh pihak ketiga secara tunai.

“Benar, terdapat kelebihan bayar sebesar Rp73.251.190 dan sudah diganti rugi dua bulan yang lalu. Lunas dibayar pihak ketiga ke kas daerah,” ujar Lendy Aruperes kepada PRONews5.com, Sabtu (4/10/2025).

Lendy menjelaskan, nilai kontrak proyek tersebut mencapai lebih dari satu miliar rupiah.

Pihaknya telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan akan memperketat pengawasan terhadap seluruh kegiatan proyek di bawah Dinas Kelautan dan Perikanan.

“Ke depan kami akan melakukan pengawasan ketat dan evaluasi menyeluruh terhadap semua kontraktor pelaksana,” katanya.

Sementara itu, aktivis antikorupsi Sulawesi Utara Eddy Rompas dari Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sulut menegaskan bahwa pembayaran proyek yang belum selesai tidak boleh dilakukan secara penuh karena bertentangan dengan aturan keuangan negara.

“Kalau pekerjaan belum selesai seratus persen, jangan dibayar penuh. Itu sudah menyalahi aturan pengelolaan keuangan daerah dan bisa menimbulkan potensi kerugian negara,” tegas Eddy Rompas.

Ia menjelaskan, setiap pembayaran proyek pemerintah harus mengacu pada progres riil di lapangan sesuai ketentuan dalam Permendagri dan PMK tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Kelebihan bayar menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan disiplin anggaran. Walaupun sudah diganti, pelanggaran prosedur tetap harus dipertanggungjawabkan,” ujarnya.

Rompas juga memastikan bahwa LIN Sulut akan melakukan investigasi independen untuk memastikan nilai pekerjaan yang sebenarnya di lapangan.

“Kami akan turun langsung memeriksa pekerjaan fisik dan dokumen kontrak. Jika ditemukan adanya kerugian negara, kami akan melaporkannya kepada aparat penegak hukum,” tandas Eddy Rompas.

Ia menambahkan, praktik pembayaran penuh sebelum pekerjaan selesai harus dihentikan karena bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan uang daerah.

“Setiap rupiah uang rakyat harus digunakan dengan benar, sesuai volume dan mutu pekerjaan. Pengawasan tidak boleh hanya formalitas,” tutup Rompas.

[**/ARP]