MINAHASA, PRONews5.com Proyek peningkatan Jalan Wolaang–Manembo di Kabupaten Minahasa senilai Rp9,1 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) 2024 diduga bermasalah. Nama kontraktor pelaksana, Ci Kori, dan Kepala Dinas PUPR Minahasa, Daudson E.A. Rombon, ikut terseret dalam pusaran dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor).

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya kelebihan pembayaran dalam pelaksanaan proyek.

Fakta ini seharusnya menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum. Namun, hingga kini kasus tersebut justru jalan di tempat.

“Sejak ada temuan BPK, Ci Kori tidak pernah muncul lagi di kantor,” ungkap seorang pegawai PUPR Minahasa kepada PRONews5.com, Rabu (11/9/2025).

Kasus ini sempat ditangani Polda Sulut, tetapi penyelidikan diduga mandek setelah muncul isu adanya lobi pihak ketiga.

Kondisi tersebut memicu kegeraman masyarakat yang menuding kasus ini hanya “disapu di bawah karpet” demi melindungi pihak tertentu.

Dalam tata kelola proyek pemerintah, Kepala Dinas PUPR memiliki fungsi dan tanggung jawab vital sebagai Pengguna Anggaran (PA) sekaligus pejabat pembina teknis.

Posisi ini menempatkan Kadis PUPR pada kendali penuh terhadap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pertanggungjawaban akhir proyek.

Bila terjadi penyimpangan seperti kelebihan pembayaran, keterlambatan, atau kualitas pekerjaan yang tidak sesuai kontrak, maka tanggung jawab melekat langsung pada Kadis PUPR untuk melakukan evaluasi, menagih kerugian negara, dan melaporkan hasil pengawasan kepada inspektorat maupun aparat penegak hukum.

Dengan beban tanggung jawab sebesar itu, terseretnya nama Kadis PUPR Minahasa dalam proyek Jalan Wolaang–Manembo menimbulkan kecurigaan publik bahwa masalah ini tidak sekadar teknis, tetapi sudah menyentuh ranah penyalahgunaan kewenangan.

Sejumlah warga menolak jika penyelesaian kasus hanya melalui Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Mereka menegaskan, mekanisme administratif itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menghapus unsur pidana.

“Proyek Rp9,1 miliar ini tidak bisa hanya diselesaikan lewat TGR. Ini harus diusut tuntas, dan KPK yang harus turun tangan,” kata sejumlah warga Minahasa.

Aktivis antikorupsi Sulut turut menyuarakan desakan serupa.

Mereka menilai kasus ini bukan sekadar salah hitung, melainkan bagian dari pola sistematis praktik korupsi proyek daerah.

“Kalau proyek ini hanya selesai dengan TGR, artinya aparat penegak hukum ikut bermain. Pengembalian uang tidak menghapus korupsi. Kalau dibiarkan, ini jadi preseden buruk bagi proyek lain,” tegas seorang aktivis.

Dikonfirmasi terpisah, Kadis PUPR Minahasa, Daudson E.A. Rombon, membenarkan adanya TGR dalam proyek peningkatan Jalan Wolaang–Manembo. Menurutnya, sebagian penyedia sudah melunasi, sementara lainnya masih menyicil.

“Yang sudah melunasi yakni penyedia pada paket Preservasi Jalan Wolaang–Manembo dan Jaringan Irigasi DI Taraitak.

Untuk proyek pembangunan jalan Kompleks RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano, baru sekitar 40 persen dari total TGR,” ujar Rombon.

Namun, saat ditanya mengenai pemeriksaan dirinya di Polda Sulut, Rombon memilih bungkam.

Informasi yang beredar menyebutkan pemeriksaan pejabat PUPR dan kontraktor berhenti setelah adanya dugaan intervensi pihak ketiga yang dikaitkan dengan lingkaran pejabat tinggi di Polda Sulut.

Perhatian publik kini semakin tajam tertuju pada kasus ini. Warga, aktivis, hingga akademisi mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan agar kasus tidak mandek di level daerah.

Dengan nilai proyek miliaran rupiah, melibatkan pejabat, dan kontraktor misterius bernama Ci Kori yang kini hilang, kasus ini dinilai menjadi ujian serius bagi penegakan hukum di Sulawesi Utara.

[**/ARP]