MANADO, PRONews5.com – Proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) senilai Rp18 miliar di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo, Kecamatan Tuminting, Kota Manado, kembali menuai polemik. Proyek yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) ini diduga berjalan tanpa persetujuan DPRD Manado, sehingga memicu desakan agar aparat penegak hukum (APH), khususnya Polda Sulut, turun tangan memeriksa transparansi anggaran.

Peletakan batu pertama proyek IPLT dilakukan Wali Kota Manado, Andrei Angouw, pada 29 Juli 2025.

Pemkot mengklaim fasilitas tersebut akan mengelola lumpur tinja secara higienis, ramah lingkungan, dan mencegah pencemaran air tanah. Nantinya, pengelolaan diserahkan ke PDAM Wanua Wenang.

Namun, anggota DPRD Manado menegaskan proyek itu tidak pernah dibahas bersama dewan.

Seorang legislator menyebut, DPRD meminta seluruh proyek PUPR Manado diawasi ketat oleh aparat penegak hukum, termasuk IPLT Rp18 miliar di Sumompo yang patut diperiksa Polda Sulut karena diduga tidak transparan.

Hal senada disampaikan Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sulut, Eddy Rompas. Ia menegaskan bahwa setiap proyek berbasis APBD wajib mendapat persetujuan DPRD. Menurutnya, APBD bukan hanya dokumen keuangan, tetapi produk hukum berupa Perda. Jika mekanisme ini dilewati, proyek bisa dianggap tidak sah dan berimplikasi hukum.

Analisis hukum yang berkembang menyebut, jika dugaan ini benar, proyek IPLT berpotensi melanggar sejumlah aturan, mulai dari UU Keuangan Negara yang menegaskan setiap pengeluaran harus tercantum dalam APBD, UU Pemerintahan Daerah yang mengatur APBD harus mendapat persetujuan DPRD, hingga UU Tipikor yang dapat menjerat pihak yang dengan sengaja melewati mekanisme persetujuan dewan sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan.

Kepala Dinas PUPR Manado, Jhon Suwu, membantah keras tudingan tersebut. Ia menegaskan, tidak benar jika ada anggapan proyek IPLT berjalan tanpa diketahui DPRD. Menanggapi desakan agar Polda Sulut turun tangan memeriksa proyek itu, Suwu menjawab singkat, “Siap,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi III DPRD Manado menegaskan sikap waspada terhadap sejumlah proyek PUPR.

Anggota Komisi III, Dolfie Daniel Angkouw, bahkan mencontohkan proyek SPAM PDAM di Lota dan IPLT di Sumompo sebagai program yang rawan masalah. Ia menegaskan, jika terbukti ada penyimpangan, pihaknya akan merekomendasikan kasus tersebut ke aparat penegak hukum.

Penolakan publik terhadap proyek IPLT sejatinya sudah mengemuka sejak awal.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Manado bersama warga Buha Lingkungan 2 (Kilo V) pada Senin, 25 Agustus 2025, masyarakat tegas menolak pembangunan IPLT di kompleks TPA Sumompo.

Warga beralasan proyek itu berpotensi mencemari sungai dan laut. “Sekarang saja sudah tercemar, ke depan bisa bertambah parah. Laut adalah sumber makanan kita,” ungkap Novita, salah satu warga Sumompo.

Selain pencemaran, warga juga khawatir nilai properti turun drastis dan kenyamanan hidup terganggu. Wakil Ketua DPRD Manado, Mona Kloer, yang hadir dalam RDP, menyesalkan pemerintah tidak melakukan sosialisasi sejak awal.

Ia mengungkapkan bahwa lahan yang dipakai bukan tanah asli, melainkan hasil tumpukan sampah, dan sampai kini belum ada jaminan atas dampak sosial maupun kesehatan masyarakat jika pembangunan diteruskan.

DPRD memastikan akan terus mengawal aspirasi warga dan menuntut pemerintah menuntaskan masalah lama di TPA Sumompo sebelum menambah proyek baru.

Gelombang desakan kini mengarah ke aparat penegak hukum. Seorang pengamat hukum Sulut memperingatkan, jika Polda tidak bergerak, proyek ini bisa menjadi preseden buruk karena proyek ratusan miliar lainnya berpotensi dijalankan tanpa mekanisme DPRD.

[**/ARP]