MANADO, PRONews5.com– Aroma busuk dugaan korupsi pembangunan tiga rumah sakit di Sulawesi Utara semakin tercium tajam. Ketua Harian DPP LSM Indonesia Anti Korupsi (Inakor), Rolly Wenas, mendesak keras Kapolda Sulut, Irjen Pol. Dr. Roycke Harry Langie, S.I.K., M.H., untuk segera membongkar skandal korupsi berjamaah ini, yang diduga melibatkan oknum-oknum kuat di lingkaran Pemerintah Provinsi Sulut.

RSUD ODSK di Jalan Bethesda No. 77 Manado

Permintaan tegas itu dilontarkan Wenas pada Kamis (17/4/2025), dengan menyoroti proyek pembangunan RSUD ODSK di Jalan Bethesda No. 77 Manado, RS Mata Provinsi Sulut di Jalan W.Z. Johanis I Manado, dan RSJ Ratumbuysang di Kalasey II, Mandolang, Minahasa. Ketiganya menjadi titik fokus dugaan penyimpangan keuangan negara dalam jumlah fantastis.

“Saya yakin, skandal ini bukan sekadar kesalahan administrasi, melainkan indikasi kuat adanya persekongkolan jahat yang mencederai kepercayaan publik. Kami mendukung penuh Polda Sulut untuk bertindak tanpa pandang bulu, siapapun yang terlibat harus diseret ke meja hijau,” tegas Wenas kepada PRONews5.com.

Berdasarkan hasil investigasi awal DPP LSM Inakor, pembangunan tiga rumah sakit tersebut sejatinya telah dianggarkan dalam APBD 2019, jauh sebelum pandemi Covid-19.

Namun, anehnya, pada tahun 2020 proyek-proyek ini tiba-tiba “di-refocusing” dan dimasukkan dalam belanja penanganan Covid-19.

Langkah ini, menurut Wenas, secara nyata melanggar Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan Nomor 119/2813/SJ dan 177/KMK.07/2020 yang mengatur bahwa belanja penanganan Covid-19 hanya boleh difokuskan untuk kebutuhan darurat seperti alat kesehatan, bantuan sosial, dan fasilitas medis penanggulangan pandemi — bukan untuk pembangunan fisik rutin yang telah lama dianggarkan.

“Tindakan ini bukan sekadar maladministrasi, melainkan memenuhi unsur pidana penyalahgunaan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Ini adalah bentuk penggelapan keuangan negara yang sistematis dan terstruktur,” ujar Wenas lantang.

Wenas juga menyoroti realisasi belanja modal sebesar Rp412 miliar, dengan Rp373 miliar di antaranya dialokasikan untuk pembangunan ketiga rumah sakit.

Ini dinilai sebagai modus manipulasi anggaran untuk mengelabui laporan penggunaan dana Covid-19.

Selain itu, terdapat pula sisa dana penanganan Covid-19 sebesar Rp247 miliar yang diduga “mengendap” tanpa kejelasan.

RS Mata Provinsi Sulut di Jalan W.Z. Johanis I Manado

“Menggunakan pandemi Covid-19 sebagai tameng untuk menutupi korupsi adalah kejahatan luar biasa. Ini mencoreng nurani kemanusiaan. Jika ini dibiarkan, maka keadilan sosial dan hak masyarakat atas pelayanan kesehatan telah diinjak-injak secara brutal,” kecam Wenas.

Lebih jauh, Wenas memperingatkan bahwa tindakan semacam ini masuk kategori kejahatan extraordinary crime — kejahatan luar biasa — yang memerlukan respons hukum yang cepat, keras, dan tanpa kompromi.

DPP LSM Inakor mendesak Polda Sulut untuk tidak ragu menggunakan instrumen hukum seperti:

Pasal 2 dan 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Pasal 55 KUHP tentang penyertaan tindak pidana,

Dan penelusuran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apabila ditemukan upaya penyamaran aset hasil korupsi.

Jika terbukti, para pelaku bisa diancam hukuman penjara seumur hidup dan perampasan seluruh aset hasil tindak pidana.

Sebagai langkah awal, DPP LSM Inakor telah melaporkan dugaan korupsi ini secara resmi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 April 2024.

RSJ Ratumbuysang di Kalasey II, Mandolang, Minahasa

Rolly Wenas menyerahkan langsung satu bundel dokumen setebal ratusan halaman di Jakarta, berisi bukti awal dugaan penyelewengan pembangunan RSUD ODSK, RS Mata, dan RSJ Ratumbuysang.

“Kami tidak akan berhenti. Setelah perayaan Paskah ini, kami akan melengkapi laporan tambahan ke Polda Sulut. Jika aparat penegak hukum lambat bertindak, kami akan melanjutkan dengan gerakan nasional untuk menggugat keadilan,” ancam Wenas.

Sebagai catatan, pembangunan RSUD ODSK, yang menjadi ikon program “ODSK” (Olly Dondokambey – Steven Kandouw), dilaksanakan dalam dua tahap oleh PT Pembangunan Perumahan di atas lahan 38.800 meter persegi.

Proyek ini meliputi gedung utama 11 lantai dengan helipad, rumah duka, gedung manajemen, taman, dan parkiran luas.

Namun, di balik kemegahan fisik itu, kini mencuat dugaan bahwa proyek tersebut justru berdiri di atas fondasi korupsi dan manipulasi keuangan negara. (Bersambung)

[/ARP]