TONDANO, PRONews5.com – Proyek jalan di kompleks RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano kembali menyingkap wajah buram pembangunan infrastruktur daerah. Di balik plang proyek senilai Rp12,93 miliar, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulut menemukan fakta mengejutkan: pekerjaan tidak sesuai volume, tapi tetap dinyatakan selesai 100 persen dan dibayar penuh. Kerugian negara? Rp441,8 juta.
Proyek ini dikerjakan PT MY berdasarkan kontrak Nomor 25/SP/PUTR-DAU/VII-2024 dengan masa pelaksanaan 150 hari kalender. Dua kali addendum tidak mengubah nilai kontrak.
Pada 23 Desember 2024, Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPK) bersama kontraktor meneken Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO) Nomor 38/BAPPP/PUTR-MIN/2024.
Ironisnya, meski dinyatakan selesai 100 persen dan pembayaran dicairkan, audit BPK justru menemukan kekurangan volume dengan selisih kelebihan bayar Rp441,8 juta. Dari jumlah tersebut, penyedia baru mengembalikan Rp15 juta ke kas daerah, menyisakan Rp426,8 juta yang belum dipertanggungjawabkan.
Aktivis anti korupsi Sulut Eddy Rompas, menegaskan temuan BPK ini adalah bukti adanya penyimpangan serius.
“Ini jelas indikasi penyimpangan. Ada selisih volume tapi tetap dibayar penuh. Itu berarti ada dugaan persekongkolan antara kontraktor dan oknum pejabat proyek.
Aparat hukum harus segera usut, jangan hanya berhenti sebagai catatan audit,” tegas Eddy Rompas dari Lembaga Investigasi Negara (LIN) Sulut kepada PRONews5.com, Jumat (3/10/2025).
Menurutnya, pembayaran penuh atas pekerjaan yang tidak sesuai kontrak dapat dikategorikan tindak pidana korupsi sesuai UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
“Kalau uang negara sudah keluar tapi tidak sesuai volume pekerjaan, itu kerugian keuangan negara. Polisi wajib memproses pihak-pihak terkait,” tandasnya.
Sejumlah sumber menyebut kasus ini mencerminkan pola lama proyek infrastruktur daerah, di mana berita acara 100 persen sering dijadikan dasar pencairan meski pekerjaan tidak sesuai volume.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Minahasa, Daudson E.A. Rombon, ST, belum memberikan keterangan resmi.
Saat dikonfirmasi di kantornya, ia tidak berada di tempat. Melalui pesan singkat WhatsApp, Rombon hanya menjawab, “Saya lagi di rumah duka.”
Kasus kelebihan bayar proyek RSUD Tondano ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan sinyal kuat adanya permainan sistematis.
Bila tidak segera diproses hukum, proyek pemerintah hanya akan menjadi ajang bancakan antara kontraktor dan pejabat.
LIN Sulut menyatakan komitmen untuk mengawal kasus ini dan siap melaporkannya ke Polres Minahasa, Polda Sulut, Mabes Polri, bahkan hingga KPK dan Kejagung.
[**/ARP]