MANADO, PRONews5.com — Suara mesin excavator terdengar lirih namun jelas dari arah bukit yang sebagian sudah terbuka. Di sela-sela pepohonan yang tersisa, tanah cokelat muda menganga seperti luka basah yang tak pernah sembuh.
Meski pemerintah telah mengeluarkan surat larangan, aktivitas tambang emas ilegal di kawasan hutan lindung Desa Huntuk, Kecamatan Bintauna, Kabupaten Bolmut, Sulawesi Utara, masih terus berjalan seolah tak ada hukum yang mampu menyentuhnya.
Dari cerita warga hingga investigasi lapangan, seluruh tanda mengarah pada satu kesimpulan: ada yang melindungi.
Warga yang ditemui PRONews5.com pada Jumat (26/11/2025) tak menyembunyikan kekesalan mereka.
Salah satu tokoh masyarakat yang meminta namanya tidak diungkap menyatakan bahwa lokasi itu “tidak akan mempan kalau cuma diberitakan.”
Menurutnya, operasi PETI Huntuk memiliki pelindung kuat sehingga kegiatan tambang tetap berjalan meski sudah jelas melanggar hukum.
Keberadaan excavator yang terus beroperasi, akses logistik yang lancar, dan sejumlah orang yang menjaga lokasi bukanlah sesuatu yang terjadi secara spontan. Ada jaringan dan ada kekuatan yang menopang aktivitas tersebut.
Padahal, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulut telah mengambil langkah tegas.
Kepala Dinas ESDM, Fransiskus Maindoka, memastikan pemerintah sudah mengeluarkan surat penghentian aktivitas tambang sejak 19 Maret 2025.
“Tim kami sudah turun dan mengeluarkan surat penghentian aktivitas. Lokasi itu jelas-jelas kawasan hutan lindung dan tidak memiliki izin pertambangan,” ujarnya kepada PRONews5.com pada 9 November 2025.
Namun kenyataan di lapangan jauh berbeda. Excavator masih keluar masuk, tebing-tebing baru terus terbuka, dan aliran air di DAS Kuala Tengah berubah keruh akibat galian liar.
Kerusakan lingkungan di kawasan itu semakin mengkhawatirkan. Pemerhati lingkungan, Renald Ticoalu, menegaskan bahwa kerusakan total hanya tinggal menunggu waktu.
Ia menyebut hutan Huntuk akan kehilangan seluruh fungsi ekologisnya jika operasi PETI tidak dihentikan segera.
Kondisi vegetasi yang terkoyak, bekas galian yang dibiarkan menganga, serta limpasan lumpur ke sungai merupakan tanda bahwa proses perusakan lingkungan tengah berlangsung tanpa hambatan.
Warga juga mengungkap adanya dugaan keterlibatan investor asing yang bekerja sama dengan jaringan lokal dalam operasi tambang ilegal tersebut.
“Katanya ada orang Cina yang kerja sama dengan warga setempat,” ujar seorang warga.
Dugaan itu mencuat seiring adanya mobilitas kendaraan khusus yang membawa material tambang keluar daerah tanpa pernah tersentuh pemeriksaan aparat.
Arus material, modal, alat berat, dan logistik berjalan mulus, seolah-olah ada pengendali tunggal yang mengatur semuanya.
Kondisi ini membuat publik semakin curiga terhadap sikap aparat setempat. Aktivis anti-korupsi dari Lembaga Investigasi Negara (LIN), Eddy Rompas, menegaskan perlunya tindakan cepat dari kepolisian.
Ia meminta Polres Bolmut, Kapolda Sulut, hingga Kapolri untuk turun langsung mengusut jaringan PETI Huntuk dan menangkap semua pelaku yang terlibat.
“Aparat jangan lagi diam. Periksa dan tangkap semua pelaku, termasuk koordinator dan pengendali tambang ilegal di Huntuk,” ujarnya tegas.
Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Bolmut AKBP Juleigtin Siahaan belum memberikan tanggapan atas permintaan masyarakat maupun temuan investigasi di lapangan.
Peringatan keras Presiden Prabowo Subianto sebenarnya menjadi pesan yang sangat relevan dalam kasus ini.
Dalam Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025, Presiden menyatakan tidak akan segan menindak siapa pun yang melindungi aktivitas tambang ilegal, termasuk jika pelindungnya adalah jenderal aktif maupun purnawirawan.
“Saya beri peringatan… tidak ada alasan! Kami akan bertindak atas nama rakyat,” tegasnya.
Presiden mengungkapkan potensi kerugian negara yang mencapai minimal Rp300 triliun dari ribuan aktivitas tambang ilegal di seluruh Indonesia, sebuah angka yang menggambarkan betapa masifnya jaringan PETI.
Jika melihat pola operasi di Huntuk, sangat jelas bahwa kegiatan tersebut bukanlah aksi sporadis masyarakat kecil, melainkan operasi terstruktur yang memiliki koordinator, akses logistik, pengawas lapangan, hingga kemungkinan keterlibatan investor dari luar daerah dan luar negeri.
Excavator bekerja di waktu tertentu, hasil tambang keluar secara rutin, dan penjagaan lokasi tidak dilakukan sembarang orang.
Semua itu memperkuat dugaan bahwa PETI Huntuk dilapisi jaringan yang terorganisir.
Di tengah semua ketidakjelasan, warga hanya menginginkan satu hal: penegakan hukum yang nyata.
Mereka meminta Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Sulut, dan Polres Bolmut untuk bertindak sebelum kerusakan hutan Huntuk tak bisa lagi dipulihkan.
Bagi masyarakat, hutan bukan sekadar lahan, tetapi sumber kehidupan yang menentukan masa depan mereka.
Investigasi PRONews5.com terus berlanjut untuk menelusuri alur modal, siapa pengendali operasi di lapangan, serta bagaimana keterlibatan pihak-pihak tertentu yang disebut-sebut memberikan perlindungan.
Jejak PETI Huntuk belum selesai, dan wilayah itu kini menjadi simbol pertarungan antara hukum dan kekuatan gelap yang ingin terus menambang tanpa izin. (ARP)
Sebagai media independen, PRONews5.com berkomitmen menyajikan berita akurat dari lapangan. Jika di kemudian hari ditemukan kekeliruan penulisan atau data, redaksi akan melakukan revisi dan klarifikasi sesuai kaidah jurnalisme yang bertanggung jawab.

