Dalam Pidato Kenegaraan di Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025, Presiden menyatakan tidak akan segan menindak siapa pun yang melindungi aktivitas tambang ilegal, termasuk jika pelindungnya adalah jenderal aktif maupun purnawirawan.

“Saya beri peringatan… tidak ada alasan! Kami akan bertindak atas nama rakyat,” tegasnya.

Presiden mengungkapkan potensi kerugian negara yang mencapai minimal Rp300 triliun dari ribuan aktivitas tambang ilegal di seluruh Indonesia, sebuah angka yang menggambarkan betapa masifnya jaringan PETI.

Jika melihat pola operasi di Huntuk, sangat jelas bahwa kegiatan tersebut bukanlah aksi sporadis masyarakat kecil, melainkan operasi terstruktur yang memiliki koordinator, akses logistik, pengawas lapangan, hingga kemungkinan keterlibatan investor dari luar daerah dan luar negeri.

Excavator bekerja di waktu tertentu, hasil tambang keluar secara rutin, dan penjagaan lokasi tidak dilakukan sembarang orang.

Semua itu memperkuat dugaan bahwa PETI Huntuk dilapisi jaringan yang terorganisir.

Di tengah semua ketidakjelasan, warga hanya menginginkan satu hal: penegakan hukum yang nyata.

Mereka meminta Presiden Prabowo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kapolda Sulut, dan Polres Bolmut untuk bertindak sebelum kerusakan hutan Huntuk tak bisa lagi dipulihkan.

Bagi masyarakat, hutan bukan sekadar lahan, tetapi sumber kehidupan yang menentukan masa depan mereka.

Investigasi PRONews5.com terus berlanjut untuk menelusuri alur modal, siapa pengendali operasi di lapangan, serta bagaimana keterlibatan pihak-pihak tertentu yang disebut-sebut memberikan perlindungan.

Jejak PETI Huntuk belum selesai, dan wilayah itu kini menjadi simbol pertarungan antara hukum dan kekuatan gelap yang ingin terus menambang tanpa izin. (ARP)

Sebagai media independen, PRONews5.com berkomitmen menyajikan berita akurat dari lapangan. Jika di kemudian hari ditemukan kekeliruan penulisan atau data, redaksi akan melakukan revisi dan klarifikasi sesuai kaidah jurnalisme yang bertanggung jawab.