TOMOHON– Kondisi jalan penghubung antara Kota Tomohon dan Tanawangko, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, semakin memprihatinkan.

Kerusakan parah di berbagai titik menjadi momok bagi pengguna jalan.

Warga yang sudah lama menantikan perbaikan merasa geram, terlebih karena janji perbaikan yang sebelumnya dilontarkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sulawesi Utara, Deicy Paath, hingga kini tak kunjung terealisasi.

Ironisnya, ketika dikonfirmasi ulang pada Kamis (6/2/2025), Deicy Paath justru menyatakan bahwa persoalan ini adalah kewenangan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Wilayah 1, bukan PUPR Provinsi.

“Itu di UPTD 1 Pak,” ujar Deicy singkat, tanpa memberikan solusi konkret.

Pernyataan ini jelas bertolak belakang dengan sebelumnya, di mana ia sempat menegaskan bahwa perbaikan jalan sudah diusulkan oleh PUPR Provinsi.

Sikap ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat.

Kerusakan jalan ini bukan sekadar menghambat aktivitas, tetapi juga menjadi ancaman keselamatan.

Berdasarkan laporan warga, banyak pengendara sepeda motor terjatuh akibat jalan berlubang, sementara beberapa mobil mengalami kerusakan parah.

“Jalan ini sudah seperti jebakan. Apalagi kalau malam hari, pengendara yang tidak tahu medan bisa celaka. Banyak yang jatuh dari motor atau mobilnya rusak,” ungkap seorang warga, Rabu (5/2/2025).

Selain jalan berlubang dengan kedalaman mencapai 5 hingga 7 sentimeter, kondisi jembatan di Kelurahan Kamasi, Kecamatan Tomohon Tengah, juga mengkhawatirkan.

Warga cemas jembatan tersebut bisa ambruk dan menyebabkan korban jiwa.

“Mungkin nanti kalau sudah ada yang celaka atau jembatan ambruk baru diperbaiki,” keluh warga dengan nada kesal.

Lambatnya perbaikan infrastruktur ini memicu dugaan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran pemeliharaan jalan.

Beberapa warga bahkan menilai ada indikasi penyalahgunaan anggaran.

“Jangan-jangan anggarannya sudah dikorupsi, makanya sampai sekarang belum ada perbaikan,” ujar seorang warga yang meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan untuk mengusut tuntas masalah ini.

Sementara itu, Jimmy Sangi, seorang pengguna jalan, mengaku sudah menjadi korban akibat buruknya kondisi jalan.

“Kalau jalan sudah tidak layak pakai, apa masih mau tunggu tender baru diperbaiki? Ban mobil saya pecah karena melewati jalan ini!” tegasnya.

Yang lebih mengejutkan, jalan ini bukan hanya akses biasa, melainkan jalur utama menuju pusat pelayanan publik di Kota Tomohon, termasuk Kantor Wali Kota Tomohon, DPRD Tomohon, Polres Tomohon, Kejari Tomohon, dan sejumlah perkantoran lainnya.

Warga pun heran, mengapa kondisi jalan yang begitu strategis dibiarkan rusak parah.

“Setiap hari pejabat lewat sini, tapi tetap dibiarkan rusak. Ada apa sebenarnya? Jangan sampai ini karena permainan anggaran,” ujar warga dengan nada geram.

Hukum Bicara: Pemerintah Bisa Dipidana Jika Lalai

Tokoh masyarakat Tomohon, Josis Ngantung dan Hanny Meruntu, menegaskan bahwa dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak atau setidaknya memberi tanda peringatan.

Bahkan, menurut Pasal 273 UU LLAJ, jika akibat jalan rusak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan atau kerusakan kendaraan, pemerintah bisa dipidana 6 bulan penjara atau denda hingga Rp12 juta.

Jika korban mengalami luka berat, ancaman pidana meningkat menjadi 1 tahun penjara atau denda Rp24 juta.

Bahkan, jika korban meninggal dunia, ancaman pidana bisa mencapai 5 tahun penjara atau denda Rp120 juta.

“Artinya, jika ada korban akibat jalan rusak ini, masyarakat berhak menggugat pemerintah sesuai aturan yang berlaku,” tegas Josis Ngantung.

Lebih lanjut, mereka mengingatkan bahwa janji yang diberikan pemerintah bukanlah sekadar retorika untuk meredam kritik masyarakat.

“Kalau tidak mampu, jangan kasi janji palsu. Jangan karena takut dibully, akhirnya memberikan janji yang ‘Towo-Towoan’ (janji palsu),” tandas mereka.

Tuntutan Warga: Perbaiki atau Mundur!

Hingga kini, belum ada kejelasan kapan perbaikan jalan akan benar-benar direalisasikan.

Masyarakat berharap, janji yang telah disampaikan bukan sekadar omong kosong. Jika pemerintah tetap diam, warga siap turun ke jalan untuk menuntut pertanggungjawaban.

“Kami tidak butuh alasan, kami butuh tindakan! Jika pemerintah tidak bisa menyelesaikan masalah ini, lebih baik mundur dari jabatan!” seru warga.

Situasi ini seharusnya menjadi alarm bagi Pemprov Sulut.

Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin warga akan mengambil langkah hukum untuk menuntut hak mereka atas jalan yang layak dan aman.

[**/ARP]