NEPAL, PRONews5.com – Krisis politik Nepal memuncak setelah Presiden Ram Chandra Poudel resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9/2025), hanya beberapa jam setelah Perdana Menteri KP Sharma Oli juga melepas jabatannya.

Mundurnya dua pucuk pimpinan negara itu terjadi di tengah gelombang demonstrasi besar-besaran yang dipicu oleh kemarahan rakyat atas korupsi pejabat, pemblokiran media sosial, dan gaya hidup mewah anak-anak pejabat (“nepo kids”) di tengah kesulitan ekonomi rakyat.

Unjuk rasa yang dipimpin generasi muda atau Gen Z sejak Jumat (5/9) terus meluas di Kathmandu dan berbagai kota besar.

Massa membakar gedung Mahkamah Agung, parlemen Nepal, hingga rumah-rumah pejabat. Situasi semakin kacau setelah kepolisian menembaki demonstran, menewaskan sedikitnya 22 orang.

Kemarahan publik tak mereda meski PM Oli sudah mundur. Kediamannya justru diserbu dan dibakar massa. Menteri Keuangan Nepal, Bisnhu Paudel, bahkan hampir menjadi korban pengeroyokan massa, terekam video saat berlari dikejar demonstran di jalanan ibu kota.

Salah satu pemicu ledakan amarah adalah maraknya unggahan gaya hidup mewah anak pejabat di media sosial. Video TikTok memperlihatkan mereka pamer mobil mewah dan pakaian bermerek, kontras dengan kondisi rakyat Nepal yang masih bergulat dengan kemiskinan.

“Aspek ini memicu frustrasi mendalam. Publik melihat politisi yang dulunya hidup sederhana, kini justru bergelimang harta,” kata Yog Raj Lamichhane, asisten profesor School of Business, Pokhara University.

Situasi tak terkendali membuat militer Nepal akhirnya mengambil alih kendali negara pada Rabu (10/9).

Ribuan tentara bersenjata diterjunkan ke jalanan Kathmandu, memberlakukan jam malam, memeriksa kendaraan, serta mengevakuasi menteri yang terjebak amarah massa.

“Langkah ini diambil untuk menjaga hukum dan ketertiban,” tegas pernyataan resmi militer Nepal, dikutip APNews.

Nepal selama ini menghadapi ketimpangan sosial yang akut. Data Bank Dunia mencatat pendapatan per kapita hanya sekitar 1.400 dolar AS per tahun, terendah di Asia Selatan, dengan pengangguran pemuda mencapai 32,6 persen. Ekonomi negara Himalaya itu bertumpu pada remitansi pekerja migran, yang menyumbang 33,1 persen PDB.

Dengan mundurnya presiden dan perdana menteri, serta militer kini memegang kendali penuh, masa depan politik Nepal berada di persimpangan: apakah stabilitas bisa dipulihkan, atau justru membuka babak baru ketidakstabilan yang lebih panjang.

[**/VIC]