Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana seumur hidup atau penjara 4–20 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.

Viralnya dokumen hibah ini menjadi sorotan tajam publik, memunculkan desakan agar pengelolaan dana hibah, khususnya yang melibatkan lembaga keagamaan, dilakukan dengan transparansi dan profesionalisme.

Beberapa warganet mengkritik penggunaan dana publik yang berpotensi disalahgunakan, menegaskan bahwa gereja seharusnya menjadi teladan moral, bukan terlibat dalam praktik koruptif.

Kapolda Sulut mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh informasi yang beredar dan menghormati proses hukum yang tengah berlangsung.

“Ini ulah oknum, bukan institusi secara keseluruhan,” katanya.

Kasus ini menjadi cermin penting bagi pengelolaan dana hibah di masa depan, di mana transparansi dan akuntabilitas sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dana rakyat digunakan dengan benar demi kepentingan publik, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

[**/ARP]