MANADO, PRONews5.com – Nama Revan Syaputra Bangsawan (RSB) kembali mencuat ke publik usai disebut dalam sejumlah laporan investigatif sebagai pihak yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang emas ilegal di wilayah Tobayagan, Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara.
Meski membantah keras tudingan itu, RSB memilih menyampaikan klarifikasi melalui media lain dan belum menggunakan hak jawab secara resmi kepada media yang lebih dahulu memberitakan dugaan tersebut.
“Saya tidak pernah mengelola tambang ilegal. Berita yang menyebut nama saya merusak nama baik saya dan menyesatkan publik,” ujar RSB, dikutip dari sejumlah media online, Kamis (12/6/2025).
RSB menilai pemberitaan yang menyeret namanya tidak berdasar, tidak disertai bukti kuat, dan dilakukan tanpa konfirmasi.

Bahkan, ia mengaku telah menjebak seorang wartawan dengan memberikan uang Rp20 juta sebagai bentuk protes terhadap pemberitaan yang dianggap tidak berimbang.
“Itu memang siasat saya untuk memberikan efek jera. Saya tidak bersalah, jadi saya tidak takut. Ini pembelajaran bagi wartawan yang sembarangan menulis,” katanya.
Pernyataan ini memicu kecaman dari komunitas jurnalis di Sulawesi Utara.
Tindakan menjebak wartawan dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama Pasal 1 Ayat (11) tentang hak jawab, Pasal 5 Ayat (2) tentang kewajiban pers melayani hak jawab, dan Pasal 18 Ayat (2) yang mengatur sanksi bagi pihak yang menghambat kemerdekaan pers.
“Jika merasa dirugikan, seharusnya menempuh jalur hukum atau menggunakan hak jawab. Bukan menjebak atau menyeret wartawan ke hadapan aparat,” tegas Ketua PWI Kepulauan Talaud Pemberian Manumbalang dan Sekretaris PWI Kota Bitung Ferry Mamangkey.
Disisi lain kepada media ini saat di wawancarai, Jurnalis Portalsulut.id, M. Rahmat Nasution, mengaku dijebak dan dibawa ke Polresta Manado pada 24 Mei 2025 setelah menerbitkan tiga laporan investigatif terkait tambang ilegal di Tobayagan.
Ia menyebut dipaksa mencabut berita dan menandatangani pernyataan bahwa tulisannya adalah hoaks.
“Saya ditekan secara psikologis. Tidak ada surat penangkapan. Saya dikelilingi aparat dan dipaksa mencabut berita,” ujarnya kepada PRONews5.com, Senin (10/6/2025).
Tiga artikel yang dipermasalahkan antara lain:
• “Elo, Stenly dan Refan Gelar PETI di Tobayagan” (23 Mei)
• “Stenly, Edwin, Revan Leluasa Keruk Emas” (2 Juni)
• “Stenly, Edwin, Revan Kebal Hukum!” (4 Juni)
Nas juga membantah tuduhan pemerasan. Ia justru mengaku ditawari uang agar menghapus berita tersebut.
“Logikanya, kalau saya pemeras, kenapa berita bisa tayang tiga kali dulu baru dituduh?” katanya.
Dalam laporan investigatifnya, Nas mengungkap kerusakan hutan produksi Mobungayom, pencemaran air sungai, dan konflik sosial akibat aktivitas tambang ilegal. Ia juga menyinggung dugaan pembiaran oleh aparat keamanan.
Sejumlah organisasi pers di Sulut mengecam tindakan intimidatif terhadap jurnalis dan menegaskan bahwa hak jawab adalah mekanisme sah dalam sengketa pemberitaan. Mereka menyerukan penegakan hukum yang adil dan perlindungan bagi jurnalis.
“Jika keberatan atas pemberitaan, tempuh mekanisme sesuai UU Pers. Bukan main hakim sendiri,” bunyi pernyataan bersama organisasi pers Sulawesi Utara.
Hingga berita ini diterbitkan, Revan Syaputra Bangsawan belum memberikan klarifikasi langsung kepada PRONews5.com mengenai lokasi tambang ilegal yang dimaksud.
Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp juga belum direspons. Redaksi PRONews5.com akan terus melanjutkan investigasi dan verifikasi lapangan di wilayah Tobayagan.
[**/ARP]