MANADO, PRONews5.com– Ketua Pansus LKPJ Gubernur Sulawesi Utara Tahun 2024, Amir Liputo, mengklarifikasi dana hibah Rp 65 miliar yang dialamatkan ke Yayasan GMIM, dengan menegaskan bahwa dana tersebut bukan berbentuk uang tunai, melainkan pembangunan fisik berupa gedung Mission Center yang kini menjadi aset Pemprov Sulut dan hanya dikelola oleh GMIM.
Dalam rapat Pansus LKPJ DPRD Sulut yang digelar pada Selasa (15/4/2025), sejumlah anggota dewan mempertanyakan transparansi penggunaan dana hibah yang sebelumnya disebut untuk pembangunan GMIM Christian Center, namun kemudian diketahui berganti nama menjadi Mission Center.
Pertanyaan tajam dilontarkan anggota Fraksi Partai Golkar, Cindy Wurangian, yang meminta kejelasan apakah Christian Center dan Mission Center adalah proyek yang sama.

pada 15 Januari 2025. (Foto.dok)
Amir Liputo menjawab bahwa proyek tersebut memang sama, hanya berganti nama dalam perjalanannya.
Penjelasan tersebut, kata Liputo, bersumber langsung dari Asisten I Pemprov Sulut, Denny Mangala.
“Awalnya bernama Christian Center, kemudian berubah menjadi Mission Center. Ini proyek yang sama,” ujar Liputo, seperti dikutip dari siaran Kawanua Info.
Liputo juga menegaskan bahwa Yayasan GMIM tidak menerima dana dalam bentuk tunai.
Proyek tersebut dibangun oleh Pemprov Sulut dengan bentuk bantuan barang dan jasa, termasuk pekerjaan arsitektur, perlengkapan medis, hingga videotron. Setelah selesai, pengelolaan gedung diberikan kepada GMIM.
Namun, klarifikasi itu belum mampu meredam kritik publik. Banyak warga mempertanyakan alasan dana publik sebesar Rp 65 miliar dialokasikan hanya untuk satu kelompok keagamaan. “Kalau dibangun oleh Pemprov, kenapa hanya untuk satu agama?” tulis seorang warga di media sosial.
Beberapa netizen juga mencurigai pergantian nama proyek sebagai upaya memperluas legitimasi religius. “Christian Center berubah jadi Mission Center.
Apakah ini trik agar terlihat mewakili semua umat Kristen di Sulut?” tanya salah satu komentar.
Tak hanya publik, sejumlah LSM anti korupsi turut angkat bicara. Edy Rompas dari Lembaga Investigasi Nasional (LIN) mempertanyakan akuntabilitas hukum dalam pelaksanaan proyek. “Kalau ada penyimpangan, berarti SKPD yang bertanggung jawab, bukan GMIM?” ujarnya.
Sebelumnya, dalam pembahasan Pansus LKPJ, Liputo juga mengungkap bahwa anggaran tersebut tidak pernah dibahas secara terbuka di Banggar DPRD Sulut.
“Setiap kami minta data, tidak pernah diberikan. Baru kali ini ada laporan lengkap,” ujarnya, sembari menegaskan bahwa ini bukan isu keagamaan, melainkan transparansi penggunaan anggaran publik.
Menambah keraguan publik, anggota DPRD Louis Schramm menyampaikan bahwa lahan proyek Mission Center masih dalam status sengketa hukum akibat klaim dari ahli waris yang belum terselesaikan.
Namun, Asisten I Denny Mangala membantah hal itu, mengatakan bahwa tanah masih milik Pemprov Sulut dan yang diberikan kepada GMIM hanyalah hak pengelolaan.
Ketua DPRD Sulut, Fransiscus Andi Silangen, di sisi lain menyatakan bahwa alokasi hibah tersebut telah melalui prosedur yang sesuai, walau ini tampaknya bertolak belakang dengan pernyataan Amir Liputo soal minimnya akses data dari eksekutif ke legislatif.
Meski klarifikasi telah disampaikan baik oleh DPRD maupun Pemprov Sulut, polemik dana hibah Mission Center Rp 65 miliar ini belum mereda.
Masyarakat masih menuntut kejelasan status hukum proyek, akuntabilitas penggunaan dana publik, serta pemerataan bantuan pemerintah lintas agama dan lembaga demi menjaga keadilan dan kepercayaan publik.
[**/ARP]