MANADO, PRONews5.com– Satu dari lima tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Pemprov Sulut) ke Sinode GMIM, Hein Arina, belum memenuhi panggilan penyidik Polda Sulut hingga Senin (14/4/2025). Meski telah dilayangkan surat panggilan kedua, Ketua BPMS GMIM itu masih berada di luar negeri.
Kabid Humas Polda Sulut, AKBP Alamsyah Hasibuan, membenarkan bahwa Hein Arina belum hadir memenuhi panggilan penyidik Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulut.
“Benar, surat panggilan kedua sudah dikirim. Informasinya, yang bersangkutan masih berada di luar negeri dalam rangka tugas dan pelayanan. Kami berharap beliau kooperatif,” tegas Alamsyah, Selasa (15/4/2025).
Kuasa hukum Hein Arina, Nootje Karamoy, membantah keras tudingan yang dialamatkan kepada kliennya.
Ia menyebut banyak pihak sudah melontarkan tuduhan tak berdasar tanpa bukti hukum yang sah.
“Pendeta Hein Arina tidak pernah melakukan korupsi. Kalau ada yang menuduh, silakan buktikan dengan data. Jangan hanya berkoar-koar memfitnah,” ucap Karamoy.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi dana hibah senilai Rp21,5 miliar dari Pemprov Sulut kepada Sinode GMIM untuk periode 2020–2023. Empat di antaranya kini sudah ditahan, sementara kerugian negara ditaksir mencapai Rp8,9 miliar.
Kelima tersangka tersebut adalah:
AGK (Asiano Gammy Kawatu) – Asisten III Pemprov Sulut 2020–2021, Pj Sekprov 2022
JK (Jeffry Korengkeng) – Kepala Badan Keuangan Sulut tahun 2020
SK (Steve Kepel) – Sekprov Sulut, aktif sejak Desember 2022
FK (Ferdy Kaligis) – Kepala Biro Kesra Sulut 2021–sekarang
HA (Hein Arina) – Ketua BPMS GMIM 2018–sekarang
Jeffry Korengkeng dan Ferdy Kaligis lebih dulu ditahan pada Kamis (10/4/2025), sedangkan dua pejabat aktif, Steve Kepel dan Asiano Kawatu, ditahan pada Senin malam (14/4/2025) usai menjalani pemeriksaan.
Steve Kepel bahkan terlihat digiring ke ruang tahanan sekitar pukul 23.10 WITA dengan mengenakan rompi tahanan oranye.
“Klien kami akan membuktikan bahwa tidak bersalah. Prinsipnya, tidak ada seorang pun bersalah sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap,” kata pengacara Steve Kepel, Vebry Tri Haryadi.
Dukungan terhadap langkah tegas Polda Sulut datang dari berbagai pihak.
Tonaas Noldy Lila, Ketua DPD Laskar Manguni Indonesia (LMI) Kabupaten Minahasa, menyerukan agar penegakan hukum tak berhenti di kasus hibah GMIM.
“Saya minta Kapolda juga usut tuntas semua dana hibah di kabupaten/kota di Sulut. Hukum berat para pelakunya, bahkan bila perlu miskinkan mereka,” tegas Noldy.
Hal senada disampaikan Ketua Lembaga Investigasi Nasional (LIN) Kota Tomohon, Eddy Rompas.
Ia menyebut praktik hibah sering menjadi ladang korupsi dengan modus laporan fiktif, potongan dana, dan mark-up harga.
“Kami dukung penuh Polda Sulut. Kasus ini peringatan keras bagi penerima hibah agar transparan dan bertanggung jawab,” ujarnya.
[*/ARP]