MANADO, PRONews5.com – Di tengah bergulirnya proses hukum atas dugaan korupsi dana hibah GMIM yang menyeret sejumlah pejabat Sulawesi Utara, beredar luas dokumen hibah senilai Rp10 miliar kepada Polda Sulut.

Data berbentuk file PDF ini tersebar masif di berbagai grup WhatsApp, bertepatan dengan jadwal pemeriksaan mantan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey, Senin (21/4/2025).

Fenomena ini memantik kecurigaan banyak pihak. Ada dugaan kuat bahwa penyebaran data tersebut sengaja diarahkan untuk menggiring opini negatif terhadap aparat penegak hukum, khususnya Polda Sulut, yang tengah mengusut kasus korupsi besar tersebut.

Alih-alih mendorong transparansi, narasi yang dibangun dari penyebaran data hibah ini dinilai hanya sebagai upaya membelokkan perhatian publik dari substansi utama: dugaan korupsi hibah gereja yang merugikan negara hampir Rp9 miliar.

Sejumlah masyarakat Sulawesi Utara dengan tegas menyebut manuver ini sebagai distraksi murahan yang tidak berhubungan dengan fakta hukum yang tengah dihadapi.

“Artinya, hibah itu bukan sesuatu yang disembunyikan, melainkan mekanisme biasa untuk mendukung pengamanan pesta demokrasi, bukan untuk ‘membeli’ institusi penegak hukum,” tegas Jemmy Supit, warga Kota Tomohon, kepada PRONews5.

Sebagai catatan, rincian dukungan anggaran pengamanan Pilkada 2024 di Sulawesi Utara memang secara resmi mencatat alokasi hibah kepada beberapa institusi keamanan, antara lain:

Polda Sulut: Rp10.000.000.000

Kodam XIII Merdeka: Rp2.500.000.000

Korem 131/Santiago: Rp2.000.000.000

TNI AL: Rp500.000.000

TNI AU: Rp500.000.000

BIN Sulut: Rp200.000.000

Sampai berita ini diturunkan, Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Langie, S.I.K., M.H., belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait viralnya dokumen hibah tersebut.

Namun, dalam berbagai kesempatan sebelumnya, Irjen Langie menegaskan komitmennya: Polda Sulut akan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.

Komitmen itu terlihat nyata dalam proses pemeriksaan terhadap Olly Dondokambey sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi hibah GMIM.

Kasus ini sendiri telah menyeret lima tersangka, yang terdiri dari pejabat aktif, mantan pejabat Pemprov Sulut, dan Ketua BPMS GMIM.

Kelima tersangka dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dengan nilai kerugian negara berdasarkan audit resmi mencapai Rp8,9 miliar.

Kapolda Langie juga memastikan bahwa penyidikan dilakukan berdasarkan bukti-bukti kuat.

Sebanyak 84 saksi telah diperiksa, dengan melibatkan para ahli untuk memperkuat konstruksi hukum.

Semua proses penyidikan dikawal dengan prinsip transparansi, objektivitas, dan sesuai asas due process of law.

Jika narasi liar soal hibah ini terus dibiarkan berkembang tanpa klarifikasi, dampaknya bisa sangat fatal.

Distrust (ketidakpercayaan) publik terhadap institusi hukum bisa meningkat, membuka peluang bagi mafia hukum untuk mengacaukan proses peradilan dan menggagalkan upaya pemberantasan korupsi.

Sejumlah analis hukum mengingatkan, konsistensi Polda Sulut dalam menuntaskan kasus ini sejalan dengan arah kebijakan nasional di bawah Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama dalam visi Asta Cita.

Dengan kata lain, upaya melemahkan kredibilitas penegak hukum di tengah pengusutan kasus besar ini, sejatinya adalah sabotase terhadap program reformasi hukum nasional.

Langkah Polda Sulut dalam mengusut kasus korupsi ini mendapat dukungan kuat dari berbagai elemen masyarakat.

Publik berharap, tekanan dan serangan opini liar tidak akan melemahkan integritas aparat hukum, melainkan semakin memperkokoh tekad dalam menegakkan keadilan.

Proses hukum masih berjalan. Semua mata kini tertuju pada konsistensi Polda Sulut untuk menuntaskan perkara ini sampai ke akar-akarnya, membuktikan bahwa hukum tetap menjadi panglima di tanah Nyiur Melambai.

[**/ARP]