JAKARTA|PRONews5.com– Kejaksaan Agung Republik Indonesia akhirnya menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023.
Kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun menjadikan kasus ini salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah industri energi Indonesia.
Namun, ironi besar terjadi. Beberapa jam sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Riva Siahaan justru menerima 12 medali emas dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) 2024 dan 61 PROPER Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Penghargaan ini seharusnya menjadi simbol komitmen perusahaan terhadap prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG), tetapi justru tercoreng oleh skandal korupsi berskala triliunan rupiah.
Dalam penyelidikan Kejaksaan Agung, Riva Siahaan bersama enam tersangka lainnya diduga melakukan manipulasi jenis BBM, yang memungkinkan mereka meraup keuntungan ilegal dalam jumlah besar.
Modus operandi yang digunakan adalah mengubah bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax).
Mereka membeli dan membayar produk kilang RON 92, padahal yang dikirim dan diproses sebenarnya adalah BBM berkualitas lebih rendah, yakni RON 90.
Setelah tiba di depo, BBM ini dicampur agar sesuai standar RON 92, lalu dijual sebagai Pertamax.
Dengan trik ini, para tersangka meraup keuntungan besar secara ilegal, sementara negara mengalami kerugian luar biasa.
Praktik ini melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018, yang mewajibkan Pertamina mengutamakan pasokan minyak dari dalam negeri.
Namun, para tersangka justru sengaja menurunkan produksi kilang, menyebabkan minyak mentah lokal tak terserap dan malah diekspor.
Sementara itu, kebutuhan dalam negeri dipenuhi dengan impor minyak berharga lebih tinggi, yang tak hanya merugikan negara, tetapi juga menyebabkan lonjakan harga BBM yang membebani masyarakat.
Akibat praktik ini, negara tidak hanya kehilangan Rp 193,7 triliun, tetapi juga menghadapi gejolak harga BBM serta ketidakstabilan distribusi energi.
Riva Siahaan sebelumnya dikenal sebagai profesional yang meniti karier panjang di Pertamina.
Ia merupakan lulusan S1 Manajemen Ekonomi dari Universitas Trisakti dan S2 Business Administration dari Oklahoma City University, AS.
Ia bergabung dengan Pertamina pada 2008 sebagai Key Account Officer, sebelum akhirnya menjabat Dirut Pertamina Patra Niaga pada Juni 2023.
Kini, namanya tercoreng akibat skandal yang mengguncang industri migas nasional.
Menanggapi kasus ini, VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamina menghormati proses hukum dan siap bekerja sama dengan aparat berwenang.
“Kami memastikan bahwa distribusi energi kepada masyarakat tetap berjalan normal.
Pelayanan tetap menjadi prioritas utama, dan perusahaan akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas operasional di tengah kasus ini,” ujar Fadjar.
Kasus ini masih jauh dari selesai. Dengan kerugian mencapai Rp 193,7 triliun, banyak pihak menduga ada keterlibatan aktor lain, termasuk di level yang lebih tinggi.
Masyarakat kini menuntut pengusutan tuntas, transparansi penuh, serta tindakan hukum yang adil dan tegas terhadap semua pihak yang terlibat.
Jika terbukti bersalah, para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya demi menyelamatkan kredibilitas industri energi nasional.
[**/ML]