MANADO, PRONews5.com– Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sangihe yang memberikan penangguhan penahanan kepada anggota DPRD Sangihe, FJS, menuai kritik tajam.
Pasalnya, meski berstatus tersangka kasus penganiayaan, FJS justru kedapatan santai wara-wiri di Manado Town Square (Mantos), bukannya menjalankan tugas legislatifnya.
Penangguhan penahanan terhadap FJS diberikan dengan alasan statusnya sebagai anggota DPRD yang masih memiliki tugas aktif.
Namun, alih-alih sibuk dengan tugasnya, ia justru terlihat mengenakan kemeja putih, tertawa lepas sambil makan bersama sejumlah orang di salah satu restoran di Mantos, Senin (22/7) sore.
Aksi FJS ini memicu kecaman dari berbagai pihak, termasuk aktivis demokrasi Jeffrey Sorongan, yang menilai bahwa ada kejanggalan dalam penerapan hukum terhadap tersangka kasus penganiayaan ini.
Sehari setelah keluyuran di Mantos, FJS dilaporkan terlihat di ruangan Paminal Propam Polda Sulut.
Ia diduga melaporkan penyidik Polres Sangihe, langkah yang dinilai sebagai upaya menghambat proses hukum.
“Ini jelas upaya obstruksi keadilan. Sudah diberikan penangguhan, malah mencoba melemahkan kepolisian.
Ini tidak adil! Kenapa rakyat biasa langsung ditahan, sementara pejabat publik dibiarkan bebas jalan-jalan di mall?” tegas Sorongan.
Ia juga mempertanyakan sikap Kejari Sangihe yang terkesan lunak dalam menangani kasus ini.
“Kenapa Kejari tidak menahan FJS? Apakah ada intervensi politik atau kepentingan lain di balik keputusan ini?” tambahnya.
Kasus yang menjerat FJS bermula ketika ia menganiaya seorang petani kopra, Handry Daleman alias Soba.
Kejadian ini berlangsung di Tempat Pengumpulan Kelapa (TPK) milik almarhum Sem Sampakang.
Soba sedang mengupas kelapa ketika FJS tiba-tiba datang dan mengklaim akan mengambil kelapa tersebut.
Saat Soba menolak karena mengetahui kelapa tersebut merupakan bagian dari warisan keluarga Sampakang, FJS langsung mengangkat buah kelapa kering dan menghantam kepala Soba hingga mengalami luka sobek dan pendarahan hebat.
Atas kejadian ini, Soba langsung melaporkan FJS ke Polsek Tabukan Utara.
Namun, hampir bersamaan, FJS justru membuat laporan tandingan ke Polres Tahuna, seolah ingin membalikkan fakta.
Setelah melalui penyelidikan, Polsek Tabukan Utara menetapkan FJS sebagai tersangka penganiayaan.
Namun, penanganan kasus ini terkesan lamban karena berbagai upaya hukum yang dilakukan FJS, termasuk pengajuan aduan masyarakat (dumas) ke Polda Sulut, yang membuat proses hukum semakin berlarut-larut.
Dua pekan lalu, Polsek Tabukan Utara akhirnya melengkapi berkas perkara (P21). Namun, yang menjadi tanda tanya besar, Kejari Sangihe justru belum mau menerima pelimpahan tersangka FJS.
Banyak pihak menduga ada permainan di balik keputusan ini.
Kejari Sangihe dicurigai telah berafiliasi dengan FJS dan pihak tertentu untuk menyelamatkan status hukum legislator dari Partai Gerindra tersebut.
“Sebagai korban, saya hanya ingin keadilan. Sampai sekarang kepala saya masih sering nyut-nyutan setelah dihantam kelapa oleh FJS. Saya berharap hukum ditegakkan seadil-adilnya,” pinta Soba dengan penuh harap.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama terkait integritas Kejari Sangihe dalam menangani kasus hukum yang melibatkan pejabat publik.
Masyarakat pun mendesak agar kasus ini tidak dibiarkan berlarut-larut dan ada kepastian hukum yang adil bagi semua pihak.
[**/ARP]