JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng enam kementerian untuk mengintegrasikan nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum pendidikan, mulai dari tingkat anak usia dini hingga perguruan tinggi.
Kolaborasi ini dikukuhkan dalam High Level Meeting bertajuk “Kolaborasi Implementasi Pendidikan Antikorupsi” di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/2).
Enam kementerian yang terlibat adalah Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan; Kementerian Agama; Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; Kementerian Dalam Negeri; serta Kementerian PPN/Bappenas.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan penindakan.
Pendidikan berperan sebagai benteng utama dalam membangun budaya antikorupsi sejak dini.
“Pendidikan adalah kunci dalam membangun bangsa yang bersih dari korupsi. Dengan membekali generasi muda dengan nilai-nilai integritas, kita bisa menanamkan budaya antikorupsi sejak dini,” ujar Setyo.
Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, mengungkapkan bahwa implementasi Pendidikan Antikorupsi (PAK) masih menemui berbagai tantangan, seperti ketidaksesuaian kebijakan, minimnya regulasi payung, kurangnya standar kompetensi pengajar, serta lemahnya monitoring dan evaluasi.
“Hingga saat ini, 83% daerah telah memiliki regulasi pendidikan antikorupsi. Namun, implementasi di lapangan masih membutuhkan perbaikan dan dukungan penuh dari berbagai pihak,” jelas Wawan.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati sejumlah langkah konkret untuk memperkuat pendidikan antikorupsi:
- Regulasi: Penyusunan Nota Kesepahaman (MoU) dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) baru untuk memperkuat regulasi pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan.
- Implementasi: Integrasi nilai-nilai antikorupsi dalam kurikulum, penyusunan standar materi bagi guru, siswa, dan orang tua, serta penyelarasan sembilan nilai antikorupsi dengan karakter bangsa.
- Monitoring dan Evaluasi (Monev): Pembangunan sistem interkoneksi data antara KPK dan kementerian terkait, serta penguatan indikator Pendidikan Antikorupsi dalam Monitoring Center for Prevention (MCP).
Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti, menuturkan bahwa pihaknya telah menyediakan lebih dari 700 referensi pembelajaran antikorupsi.
Kini, fokus utama adalah meningkatkan pemanfaatan materi-materi tersebut oleh tenaga pendidik.
Sementara itu, Inspektur I Kemendiktisaintek, Lindung Saut Maruli Sirait, menyoroti masih maraknya praktik koruptif di perguruan tinggi swasta, terutama dalam penerimaan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Pada tahun 2024, delapan izin perguruan tinggi swasta dicabut akibat pelanggaran ini.
“Ada kampus yang pendidikannya tidak berjalan, tapi tetap menerima KIP. Ini menjadi bukti bahwa pendidikan antikorupsi harus terus diperkuat,” tegas Lindung.
Meski nilai rata-rata integritas sektor pendidikan di Indonesia cukup tinggi, survei KPK menunjukkan masih banyak tantangan yang harus diatasi:
- Kejujuran Akademik: 43% siswa dan 58% mahasiswa mengaku pernah menyontek, sementara praktik plagiarisme oleh tenaga pendidik masih terjadi.
- Ketidakdisiplinan: 45% siswa dan 84% mahasiswa kerap terlambat, sementara 43% tenaga pendidik tidak hadir tanpa alasan jelas.
- Gratifikasi: 65% sekolah masih memiliki budaya memberikan hadiah kepada guru saat kenaikan kelas atau hari raya, yang berpotensi menjadi gratifikasi.
- Pengadaan Barang dan Jasa: 26% sekolah dan 68% universitas mengungkap adanya campur tangan pribadi dalam pemilihan vendor.
KPK akan segera merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 pada 24 April 2025.
Hasil survei ini akan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan untuk memperkuat transparansi dan integritas di sektor pendidikan.
KPK menegaskan bahwa pendidikan antikorupsi bukan sekadar wacana, melainkan investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa.
Dengan sinergi yang semakin kuat antara KPK dan enam kementerian, diharapkan dunia pendidikan benar-benar menjadi wadah yang melahirkan generasi berintegritas dan bebas dari korupsi.
“Jika kita ingin melihat Indonesia yang bersih dari korupsi, maka kita harus mulai dari pendidikan. Karena generasi hari ini adalah pemimpin masa depan,” tutup Wawan Wardiana.
[**/ARP]