BITUNG, PRONews5.com – Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas fiktif DPRD Kota Bitung tahun anggaran 2022–2023 yang merugikan negara hingga Rp3,35 miliar memasuki babak serius.

Setelah Kejaksaan Negeri Bitung menetapkan tujuh tersangka, dukungan publik terhadap penegakan hukum terus mengalir.

Pengamat kebijakan publik dan praktisi hukum Sulawesi Utara, Berty Alan Lumempouw, S.H., menyatakan apresiasi terhadap langkah tegas Kejari Bitung.

Ia menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti pada tujuh orang, melainkan harus menjerat semua pihak yang terlibat.

Menurut Lumempouw, pola penyimpangan anggaran secara sistematis seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh pelaku tunggal.

Ia meminta agar Kejaksaan menggali lebih dalam untuk menemukan aktor intelektual di balik kejahatan anggaran ini.

Dalam kapasitasnya sebagai Pembina Garda Tipikor Indonesia (GTI) Provinsi Sulawesi Utara sekaligus Ketua Umum Organisasi Kristen Laskar Benteng Indonesia, Lumempouw mendesak lembaga-lembaga pengawas anggaran seperti Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigatif terhadap penggunaan dana perjalanan dinas DPRD Bitung dalam beberapa tahun terakhir.

Bagi Lumempouw, kasus ini bukan sekadar soal kerugian negara, melainkan pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.

Ia mengingatkan bahwa jika tidak dituntaskan secara tuntas dan transparan, praktik korupsi akan terus tumbuh dan merusak sistem pemerintahan daerah.

Ia juga mengajak masyarakat sipil, akademisi, media, dan lembaga swadaya masyarakat untuk aktif mengawal jalannya proses hukum serta mendorong keterbukaan data penggunaan anggaran DPRD kepada publik.

Kepala Kejaksaan Negeri Bitung, Dr. Yadyn Palebangan, SH, MH, dalam konferensi pers pada Kamis malam, 10 Juli 2025, menegaskan bahwa penahanan tujuh tersangka baru merupakan awal dari pengungkapan kasus yang lebih besar.

Ia mengungkap bahwa sedikitnya 30 nama anggota DPRD tercantum dalam dokumen internal sebagai pihak yang menerima dana perjalanan dinas fiktif. Kejaksaan telah mengantongi bukti cukup kuat untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan mereka.

Dalam proses penyidikan, Kejari Bitung juga menemukan upaya sistematis untuk menghilangkan jejak kejahatan.

Sejumlah dokumen penting yang bernilai total Rp2,8 miliar dibakar setelah penyidik mulai menelusuri aliran transaksi.

Dokumen-dokumen itu diduga berisi rincian perjalanan dinas palsu, bukti penginapan fiktif, serta daftar penerima dana yang tidak pernah melakukan perjalanan.

Modus yang digunakan para pelaku meliputi penggelembungan durasi perjalanan dinas, pencatutan nama anggota DPRD yang tidak ikut dinas, pembayaran hotel dan transportasi ganda, serta laporan perjalanan luar daerah yang tidak pernah terjadi.

Seluruh laporan dibuat seolah-olah sesuai prosedur resmi, padahal sejatinya hanyalah formalitas untuk menguras anggaran daerah.

Ketujuh tersangka yang telah ditahan terdiri dari lima pihak eksternal dan dua staf Sekretariat DPRD. Mereka berinisial B.O.M, E.S, H.A, I.O, H.S, serta dua orang dari sekretariat, yakni S.M yang merupakan pensiunan ASN dan J.M yang masih aktif sebagai pegawai.

Kejaksaan juga menyatakan bahwa lima anggota DPRD aktif akan diproses oleh Kejaksaan Agung karena menyangkut status politik mereka.

Proses ini dilakukan sesuai Surat Edaran Jaksa Agung Nomor SE-010/A/JA/11/2016 tentang penanganan perkara tindak pidana yang melibatkan anggota legislatif.

Yadyn menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentoleransi intervensi dalam bentuk apa pun.

Ia mengungkapkan bahwa telah ada indikasi upaya pendekatan dari pihak-pihak tertentu untuk mempengaruhi jalannya proses hukum. Ia mengingatkan dengan keras bahwa kejaksaan berdiri di atas hukum dan tidak bisa diintervensi.

Hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan resmi dari unsur pimpinan DPRD Kota Bitung.

Beberapa anggota dewan yang dikonfirmasi PRONews5.com memilih diam, sementara lainnya tidak menjawab panggilan dan pesan konfirmasi.

Kejari Bitung menyerukan peran aktif masyarakat dan media dalam mengawal kasus ini sebagai bagian dari pengawasan publik.

Yadyn menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa korupsi anggaran publik adalah bentuk pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Ia berharap agar seluruh elemen masyarakat mendukung proses hukum agar tuntas dan tidak pandang bulu.

[**/ARP]