BITUNG, PRONews5.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bitung menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi perjalanan dinas tahun anggaran 2022–2023 pada Sekretariat DPRD Kota Bitung.

Ketiganya langsung ditahan dan dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) karena diduga aktif menghalangi jalannya proses penyidikan.

Tersangka berinisial JM, CA, dan MT ditahan berdasarkan surat resmi yang diterbitkan Kejari Bitung pada pertengahan Juni 2025.

Kepala Kejaksaan Negeri Bitung, Dr. Yadyn Palebangan, SH, MH, menyatakan bahwa tindakan ini merupakan kelanjutan dari proses penyelidikan intensif yang telah dimulai sejak awal 2024.

Kasus dugaan korupsi ini berakar dari temuan perjalanan dinas fiktif atau Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) palsu di lingkungan Sekretariat DPRD Bitung.

Sorotan publik terhadap kasus ini mencuat pada Agustus 2024, ketika Kejari mulai melakukan ekspose atas dugaan keterlibatan sedikitnya 18 anggota legislatif dalam praktik fiktif tersebut.

Dari hasil penggeledahan serta audit awal, ditemukan sejumlah kwitansi diduga palsu, cap hotel dan maskapai yang tidak otentik, serta penggunaan anggaran negara untuk perjalanan yang tidak pernah dilakukan.

Kejari Bitung pun telah memeriksa belasan saksi, termasuk pejabat struktural, staf sekretariat, dan pihak ketiga yang terlibat dalam pelaksanaan perjalanan dinas.

Pada April 2025, Kejari menyatakan telah membuka informasi perkara ini ke publik sambil menunggu hasil audit resmi dari BPKP Provinsi Sulawesi Utara untuk menentukan besaran pasti kerugian negara.

“Penegakan hukum tidak boleh diintervensi. Kami profesional dan berproses sesuai koridor hukum,” tegas Kajari Yadyn.


Penahanan terhadap tiga tersangka berdasarkan surat penetapan TAP-1741 hingga TAP-1743 serta surat perintah penahanan PRINT-776 hingga PRINT-778 dinilai sebagai bentuk keseriusan Kejari Bitung dalam menindak segala bentuk hambatan terhadap penyidikan.

Ketiganya diduga mencoba merintangi atau mempengaruhi jalannya pemeriksaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum.

“Setelah ditetapkan sebagai tersangka, kami langsung lakukan penahanan sebagai langkah tegas menegakkan hukum,” lanjut Yadyn.


Tindakan Kejari ini mendapat dukungan dari masyarakat dan aktivis antikorupsi, termasuk Edy Rompas dari Lembaga Investigasi Indonesia (LIN).

Ia menyebut bahwa langkah tegas kejaksaan adalah bentuk nyata perlawanan terhadap praktik korupsi yang merugikan keuangan daerah dan mencederai kepercayaan publik terhadap institusi legislatif.

Saat ini, kasus tengah menuju tahapan persidangan.

Kejari mengimbau agar semua pihak, khususnya para saksi dan pemangku kepentingan yang mengetahui perkara ini, dapat bersikap kooperatif untuk mendukung kelancaran proses hukum.

Kejaksaan juga menegaskan bahwa penyidikan tidak berhenti pada tiga nama tersebut.

Penelusuran terhadap aktor-aktor lain yang terlibat dalam mata rantai SPPD fiktif masih terus dilakukan dan sangat terbuka untuk berkembang.

[**/ARP]