Tokoh masyarakat Tomohon, Josis Ngantung, juga angkat suara. Ia berharap tidak ada upaya pembekuan atau “penguapan” kasus oleh pihak kejaksaan. “Kami mendukung penuh Kajari baru agar bertindak tegas dan profesional,” tegasnya.

Sementara itu, pengamat hukum dan pemerintahan Berty Lumempouw menilai, secara prinsipil, kasus-kasus yang berlarut tanpa kejelasan selama lebih dari enam bulan bisa ditarik langsung oleh Kejaksaan Agung.

Hal itu sesuai Instruksi Jaksa Agung No. INS-004/A/JA/08/2011 tentang optimalisasi penanganan Tipikor.

“Kalau kasus sudah naik penyidikan dan belum ada tersangka, patut dicurigai ada unsur pembiaran atau bahkan intervensi.

Ini merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum,” kata Lumempouw.

Ia menegaskan, sesuai UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, kejaksaan wajib membuka informasi perkembangan perkara yang bersifat strategis atau menyangkut keuangan negara.

“Prinsip profesionalisme dalam penegakan hukum itu menyangkut transparansi, akurasi bukti, dan pengawasan internal.

Termasuk keterlibatan Komisi Kejaksaan dalam memastikan integritas proses,” jelas Lumempouw.

Lebih disesalkan lagi, Alfonsius Loe Mau selama menjabat tidak pernah memberikan tanggapan atas pertanyaan media terkait progres penanganan perkara.

Bahkan, pesan WhatsApp dari jurnalis PRONews5.com hanya dibaca, tanpa pernah dibalas.

Dengan bergantinya kepemimpinan di tubuh Kejari Tomohon, masyarakat menanti langkah awal yang tegas dari Reinhard Tololiu untuk membuktikan kredibilitas dan integritas lembaga.

Jika tidak ada perubahan signifikan, desakan agar Jaksa Agung ST Burhanuddin turun tangan diyakini akan semakin meluas, sebagai wujud ketidakpercayaan publik terhadap penegakan hukum di daerah.

[**/ARP]