TOMOHON, PRONews5.com Penahanan dua pejabat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Tomohon oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tomohon atas dugaan korupsi dana hibah pengawasan Pilkada 2024, memunculkan pertanyaan publik: apakah Ketua Bawaslu turut bertanggung jawab dan berpotensi ikut terjerat hukum?

Sejumlah tokoh masyarakat menilai, sebagai pimpinan tertinggi lembaga, Ketua Bawaslu memiliki tanggung jawab moral dan administratif dalam pengelolaan anggaran.

“Kalau ada penyelewengan dana, tentu publik mempertanyakan sejauh mana pengawasan dan kontrol dari pimpinannya,” ujar Aktivis Anti Korupsi Rolly Wenas, Ketua LSM INAKOR, Senin (30/9/2025).

Menurut Rolly, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan, setiap orang yang terbukti turut serta, memerintahkan, atau membiarkan terjadinya korupsi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

“Artinya, jika ketua Bawaslu diketahui mengetahui, menyetujui, atau bahkan ikut menikmati hasil korupsi, maka tidak tertutup kemungkinan untuk ikut dijerat.

Tapi kalau tidak ada bukti keterlibatan, asas hukum pidana berlaku: tiada pidana tanpa kesalahan,” tegasnya.

Meski demikian, di luar ranah pidana, ketua lembaga bisa dikenai sanksi etik atau administratif apabila dianggap lalai melakukan pengawasan.

Publik kini menunggu langkah Kejari Tomohon, apakah pemeriksaan akan diperluas hingga level pimpinan atau hanya sebatas pejabat yang sudah ditetapkan tersangka.

Ketua Bawaslu Kota Tomohon, Stenly Kowaas, hingga berita ini diturunkan belum berhasil dikonfirmasi.

Nomor telepon dan WhatsApp yang biasa digunakan tidak aktif. Sejumlah wartawan menyebut nomor itu sebenarnya masih aktif, namun kemungkinan dalam mode pesawat.

Kasus korupsi dana hibah Pilkada ini diperkirakan merugikan negara hingga Rp881,1 juta dengan modus perjalanan dinas fiktif serta pertanggungjawaban anggaran yang direkayasa.

Dua pejabat yang ditetapkan tersangka yakni VM alias Vernon, Koordinator Sekretariat, dan VG alias Vera, Bendahara Pengeluaran Pembantu.

Keduanya ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas IIA Manado, mulai 30 September hingga 19 Oktober 2025.

Kepada PRONews5.com, Kepala Seksi Intelijen Kejari Tomohon, Ivan Yurri Victoria Roring, S.H., M.H., membenarkan penahanan tersebut.

“Berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-02/P.1.15/Fd.1/09/2025 dan B-01/P.1.15/Fd.3.1/09/2025, serta Surat Perintah Penahanan yang dikeluarkan 30 September 2025,” ujarnya.

Ia menambahkan, penyidik telah memeriksa 12 saksi dari Bawaslu maupun Pemkot Tomohon.

Dugaan korupsi ini bermula dari pengelolaan dana hibah pengawasan Pilkada 2024 senilai Rp8 miliar dari APBD 2023–2024.


“Kami berkomitmen memberantas korupsi di wilayah hukum Tomohon dan memastikan semua pelaku diproses sesuai hukum,” tegas Ivan.

Sebelumnya, penyidik juga menggeledah Kantor Bawaslu Tomohon berdasarkan surat perintah dari PN Tondano Nomor 24/Pid.B-Geledah/2025/PN Tnn untuk mengumpulkan bukti tambahan.

Di sisi lain, sejumlah tokoh masyarakat menuding integritas Bawaslu Tomohon runtuh akibat kasus ini.

Mereka menilai lembaga pengawas justru tidak transparan, terkesan berpihak, dan gagal menjalankan fungsi inti pengawasan demokrasi.


“Bawaslu itu seharusnya wasit yang adil, tapi laporan pelanggaran Pilkada banyak yang dibiarkan, sengketa tidak diselesaikan, dan rekomendasi yang keluar sering dipertanyakan objektivitasnya,” kata salah seorang tokoh masyarakat.

Mereka mendesak Kejari agar mengusut tuntas penggunaan seluruh dana hibah Pemkot Tomohon senilai Rp28,3 miliar yang dialokasikan untuk KPU dan Bawaslu.

Ketua Lembaga Investigasi Negara Kota Tomohon, Eddy Rompas, ikut mengapresiasi langkah Kejari.


“Namun kami berharap dugaan korupsi ini harus dibongkar semua. Siapa saja yang terlibat di dalamnya, kami minta tangkap dan proses hukum,” tegasnya.

[**/ARP]