MANADO|PRONews5.com– Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Smanto Makapetor Siouw dengan tegas membantah tuduhan bahwa laporan dugaan plagiasi yang melibatkan Rektor Universitas Negeri Manado (UNIMA), Dr. Joseph Philip Kambey, hanyalah bentuk manuver “barisan sakit hati” akibat kekalahan dalam pemilihan rektor.
Ketua LBH, Erick Mingkid, S.H., menegaskan bahwa narasi semacam itu tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berpotensi mengalihkan perhatian dari inti persoalan, yaitu integritas akademik dan dugaan pelanggaran etik yang serius.
“Tuduhan ini tidak berdasar dan hanya bertujuan mendiskreditkan pihak yang menuntut keadilan.
Kami mengambil langkah hukum ini bukan karena motif politik atau kepentingan pribadi, melainkan demi menjaga nilai-nilai akademik yang bersih dan bermartabat,” ujar Erick pada Jumat (28/02/2025).
Menurut Erick, plagiasi bukan sekadar pelanggaran etika akademik, tetapi merupakan kejahatan yang merusak kredibilitas institusi pendidikan.
Jika terbukti benar, maka harus ada konsekuensi hukum yang jelas bagi pelaku.
Ia juga menyoroti pernyataan Ketua Panitia Pemilihan Rektor yang menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam pemeriksaan berkas calon rektor.
Erick menilai, pernyataan tersebut harus diuji secara transparan.
“Pemeriksaan administratif tidak boleh dijadikan tameng untuk mengabaikan dugaan pelanggaran akademik yang baru terungkap setelah proses pemilihan berlangsung.
Jika memang tidak ada pelanggaran, biarkan proses hukum membuktikannya, bukan malah membangun opini untuk menjatuhkan pihak yang menuntut keadilan,” tegasnya.
LBH Smanto Makapetor Siouw memastikan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas demi menjunjung prinsip transparansi dan integritas akademik di lingkungan pendidikan tinggi.
Erick juga mengkritisi sikap beberapa pihak yang berusaha menggiring opini bahwa laporan ini bermotif dendam politik.
“Kami memiliki bukti kuat bahwa karya ilmiah yang dimasukkan dalam jurnal akademik oleh rektor terpilih mengandung unsur plagiasi.
Yang seharusnya dipertanyakan adalah bagaimana panitia bisa meloloskan kandidat yang diduga memiliki cacat formil secara hukum,” paparnya.
Menurutnya, ada indikasi kuat bahwa panitia sengaja meloloskan kandidat rektor yang bermasalah.
“Kami justru melihat ada sesuatu yang janggal dalam proses ini! Sangat keliru jika pemberitaan hanya berfokus pada tuduhan ‘barisan sakit hati’ tanpa melihat fakta dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan rektor terpilih,” tegasnya.
Menanggapi kabar bahwa laporan di Polda Sulut ditolak karena kurang bukti, Erick meluruskan bahwa laporan tersebut bukan ditolak, melainkan masih dalam tahap pendalaman oleh penyidik.
“Penyidik masih mempelajari pasal apa yang dapat menjerat rektor terpilih, karena pasal yang kami ajukan terkait hak royalti karya tulis. Proses ini masih berjalan,” jelasnya.
Lebih jauh, Erick juga menyoroti kejanggalan terkait ijazah doktor yang dimiliki Joseph Philip Kambey.
“Ijazah doktor ini sudah tercatat sejak 2013, tetapi anehnya tidak digunakan dalam kenaikan pangkat hingga 2020.
Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang legalitas dan penggunaannya dalam proses akademik,” bebernya.
Menurutnya, ada dugaan bahwa Program Studi S3 Ilmu Manajemen yang diikuti oleh rektor terpilih tidak memiliki izin atau tugas belajar yang sesuai dengan regulasi, khususnya Permendiknas Nomor 48 Tahun 2009.
“Hal ini patut didalami lebih lanjut, karena jika benar, maka ijazah yang bersangkutan bermasalah dan seharusnya tidak bisa digunakan dalam proses pemilihan rektor,” tambahnya.
LBH Smanto Makapetor Siouw menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan sekadar isu personal atau politik, melainkan demi menjaga kredibilitas dunia akademik.
“Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas agar dunia pendidikan di Indonesia tetap bersih dari praktik-praktik yang mencederai integritas akademik,” tutup Erick Mingkid, S.H.
[**/ARP]