BITUNG, PRONews5.com Kota Bitung kembali diguncang isu korupsi. Kali ini bukan dari proyek infrastruktur bernilai ratusan miliar, melainkan dari pos anggaran yang tampak sederhana: belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Namun siapa sangka, dari pos BBM itu, uang negara sebesar Rp2,2 miliar lebih diduga raib hanya dalam satu tahun anggaran.

Temuan mencengangkan ini dibuka oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Independen Nasionalis Anti Korupsi (INAKOR).

Dalam laporan hukum setebal 70 halaman yang diserahkan ke Polda Sulawesi Utara pada 26 Agustus 2025, INAKOR membeberkan pola sistematis yang mereka sebut sebagai kolusi birokrasi—modus yang bukan sekadar kelalaian, tetapi sudah berbentuk persekongkolan untuk menggarong keuangan negara.

Investigasi INAKOR menemukan modus yang sering terdengar, tetapi kali ini dilakukan dengan pola yang jauh lebih rapi.

Ada belanja fiktif untuk kendaraan dinas yang bahkan tidak beroperasi, nota pembelian yang dipalsukan, hingga manipulasi dokumen dengan cara menghapus tinta pertanggungjawaban.

“Ini bukan salah hitung atau administrasi yang lalai. Ini sudah kolusi sistematis dengan niat jahat untuk merampok uang negara,” tegas Ketua INAKOR, Rolly Wenas, dalam keterangan persnya, Senin (1/9/2025).

Menurutnya, praktik ini melibatkan semua unsur: mulai dari bendahara, PPTK, PPK, hingga Kepala Dinas selaku pengguna anggaran. “Semua tahu, semua menikmati, dan semua menutup mata,” sindirnya.

Total kerugian negara yang dihitung mencapai Rp2.215.724.101. Angka itu mungkin tidak sebesar skandal proyek infrastruktur bernilai ratusan miliar, tapi untuk satu tahun anggaran di satu dinas, jumlah ini mengerikan.

Seolah-olah, setiap tetes BBM yang seharusnya dipakai untuk kendaraan operasional dinas justru mengalir ke kantong pribadi segelintir pejabat.

“Ini bukan hanya angka. Ini bukti pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” tambah Wenas.

INAKOR menegaskan, dugaan ini sudah memenuhi unsur pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 2 ayat (1) menyebutkan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, Pasal 3 mengatur penyalahgunaan wewenang, sedangkan Pasal 9 menjerat pemalsuan dokumen pertanggungjawaban.

“Sekalipun ada pengembalian kerugian negara, itu hanya menyentuh ranah administrasi. Unsur pidana tidak hilang. Begitu ada laporan masyarakat, timbul masalah hukum yang wajib diproses,” tegas Wenas.

Kapolda Sulut Irjen Pol Roycke Harry Langie saat dikonfirmasi menyampaikan apresiasinya atas laporan tersebut. “Terima kasih, akan kami selidiki,” ujarnya singkat.

Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris Kota Bitung, Rudy Theno, selaku Majelis Pertimbangan Tuntutan Ganti Rugi (MP-TGR), belum memberikan tanggapan meski sudah dikonfirmasi lewat pesan WhatsApp.

Hal serupa juga dengan Kepala DLH Bitung, Merianti Dumbela, yang belum memberikan klarifikasi terkait laporan dugaan korupsi ini.

[**/ARP]