TONDANO, PRONews5.com — Dua pendeta senior GMIM, Pdt. Dr. Lientje Kaunang, Th.M. dan Pdt. Dr. Agustien Kaunang, M.Th., menggugat BPMS GMIM atas dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) terkait hak gaji dan pensiun yang tak dibayarkan selama belasan tahun.
Gugatan senilai Rp1,2 miliar ini kini memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri Tondano, Rabu pagi (2/7/2025).
Kuasa hukum penggugat, Advokat Sofyan Jimmy Yosadi, SH, menjelaskan bahwa sidang ketiga pada 26 Juni 2025 baru dihadiri oleh pihak tergugat, yaitu Plt Ketua Sinode GMIM Pdt. Janny Ch. Rende, M.Th. dan Sekum Pdt. Dr. Evert Tangel, M.Pd.K., yang memberi kuasa kepada dua kuasa hukum mereka, Yuddy Robot, SH., MH. dan Donny Wullur, SH.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua I Gusti Ngurah Agung Aryanta Era Winawan, SH., MH., didampingi dua hakim anggota, serta Hakim Mediasi Friska Maleke, SH., MH. sebagai fasilitator dalam proses mediasi.
Gugatan Soal Gaji, Pensiun, dan Uang Rumah Masa Depan
Menurut Advokat Yosadi, kliennya menggugat karena hak-hak sebagai pekerja Sinode tak pernah dipenuhi, meski telah aktif sebagai pendeta GMIM sejak 1982 dan 1983 serta mendapat SK resmi dari Sinode GMIM.
Mereka juga sempat ditugaskan sebagai dosen di UKIT dengan fasilitas rumah tinggal, namun gaji sebagai pekerja sinode tetap berjalan.
“Hak gaji dan pensiun klien kami tak dibayarkan hingga memasuki usia pensiun, yakni 5 Oktober 2020 untuk Pdt. Lientje dan 10 Agustus 2022 untuk Pdt. Agustien.
Bahkan anjuran resmi dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sulut pada 2017 pun tidak diindahkan oleh pihak BPMS GMIM,” kata Yosadi.
Penggugat menyatakan tidak pernah diberhentikan secara resmi, tidak ada SK pemecatan, serta tidak melanggar Tata Gereja GMIM.
Mereka juga tidak menuntut kenaikan gaji, melainkan hanya meminta pembayaran gaji pokok dan pensiun yang menjadi hak mereka sesuai SK Sinode.
Total Tuntutan: Gaji, Pensiun, dan SK Resmi
Dalam proses mediasi, pihak penggugat meminta agar BPMS GMIM:
• Membayar gaji tertunggak selama belasan tahun, total sekitar Rp1,2 miliar;
• Menerbitkan SK Pensiun sebagai pekerja Sinode;
• Membayar hak pensiun bulanan sesuai Tata Gereja GMIM;
• Memberikan masing-masing penggugat uang Rp25 juta sebagai hak ‘rumah masa depan’.
“Saya tegaskan bahwa gugatan ini bukan bermotif politik. Ini murni soal hak-hak normatif sebagai pekerja Sinode GMIM.
Kami tidak ingin ada narasi liar yang menyudutkan para pendeta senior ini,” ujar Yosadi, yang juga merupakan Koordinator Wilayah DPP AAI untuk Sulut, Gorontalo, dan Sulteng.
Ia juga membantah klaim sejumlah pihak bahwa sudah ada tawaran pembayaran dari mantan pimpinan Sinode sebelumnya.
“Itu tidak benar. Faktanya, hingga Pdt. Hein Arina menjabat Ketua BPMS GMIM, janji pembayaran tetap tidak terealisasi. Maka proses hukum adalah satu-satunya jalan mencari keadilan.”
Advokat Sofyan Jimmy Yosadi dikenal sebagai pengacara yang konsisten membela korban kekerasan perempuan, anak, disabilitas, dan kaum marginal. Ia aktif memberikan bantuan hukum gratis (pro bono) bagi masyarakat miskin lintas agama yang mengalami ketidakadilan.
Sidang mediasi selanjutnya akan menjadi penentu apakah ada solusi damai atau kasus ini akan berlanjut ke pokok perkara di persidangan.
[**/ARP]