Namun, hingga kini, perkembangan penyidikan terkesan lamban dan tertutup.
Polda Sulut melalui tim gabungan Ditreskrimum dan Ditreskrimsus masih melakukan uji balistik dan autopsi forensik, tetapi informasi resmi ke publik sangat terbatas.
Dugaan motif awal menyebutkan petugas melepaskan tembakan setelah kelompok warga yang membawa senjata tajam tak mengindahkan tembakan peringatan.
Kondisi ini menimbulkan persepsi adanya standar ganda.
Untuk kasus Kompol Kosmas, penanganan berlangsung cepat dan terbuka. Sementara kasus penembakan yang menyangkut hilangnya nyawa warga sipil berjalan tanpa kepastian.
“Publik menilai ada kepentingan yang membayangi penanganan kasus Ratatotok. Apalagi lokasi kejadian berada di tambang emas ilegal yang disebut-sebut melibatkan pihak berpengaruh,” kata seorang pegiat hukum di Manado, Jumat (5/9/2025).
Perbandingan dua kasus ini memperkuat kritik bahwa transparansi penegakan hukum masih timpang.
Masyarakat kini menunggu, apakah kasus Ratatotok akan diselesaikan dengan tegas dan terbuka, atau justru dibiarkan meredup di balik gelapnya praktik tambang ilegal.
[**/ARP]