MANADO, PRONews5.com– Gejolak internal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Utara mencapai klimaks. Voucke Lontaan resmi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua PWI Sulut oleh PWI Pusat.
Penyebabnya mengejutkan: Voucke kedapatan mendukung Hendry Ch Bangun, mantan pengurus PWI yang dipecat karena terlibat dalam skandal dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) senilai Rp6 miliar.
Dalam Surat Keputusan Nomor 134-PGS/A/PP-PWI/II/2025 tertanggal 24 Februari 2025, PWI Pusat menunjuk jurnalis senior Vanny “Maemossa” Loupatty sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua, dengan Ardison Kalumata sebagai Plt Sekretaris.
Penunjukan ini dilakukan sebagai tindakan penyelamatan organisasi yang terancam disusupi kepentingan pribadi dan politik kelompok tertentu.
Konflik bermula ketika Voucke secara terbuka menolak mengakui hasil Kongres Luar Biasa (KLB) PWI pada Agustus 2024, yang secara sah memilih Zulmansyah Sekedang sebagai Ketua Umum.
Parahnya, ia tetap menyokong Hendry Ch Bangun yang telah dicoret dari keanggotaan karena diduga menyalahgunakan dana UKW dari BUMN.
Bukannya tunduk pada keputusan pusat, Voucke dan rekannya Merson Simbolon justru menebar narasi tandingan yang menyudutkan kepengurusan baru.
Mereka menyebut PWI versi Maemossa sebagai “organisasi ilegal”, padahal status mereka sendiri telah dibatalkan secara administratif dan organisasi.
“Ini adalah pembangkangan serius terhadap etika berorganisasi. Kami tidak bisa membiarkan kehormatan PWI Sulut diinjak-injak,” tegas Maemossa saat diwawancarai pada Jumat (25/4/2025).
Puncak absurditas terjadi pada 19 Maret 2025, ketika Voucke melaporkan Maemossa ke polisi atas dugaan pemalsuan dokumen karena menggunakan logo dan cap PWI Sulut.
Namun, laporan itu justru menjadi bumerang. Publik menilai tudingan tersebut tidak berdasar, sebab legitimasi Maemossa berasal dari SK resmi PWI Pusat.
Sebaliknya, Voucke justru dinilai sebagai pihak yang terus menggunakan atribut organisasi secara ilegal.
“Ini bukan cuma soal jabatan, tapi menyelamatkan integritas PWI dari manipulasi dan politisasi,” ujar Maemossa.
Langkah Maemossa diperkuat dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 395/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst tertanggal 17 Maret 2025.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak seluruh gugatan Sayid Iskandarsyah terhadap Dewan Kehormatan PWI.
Hakim menegaskan bahwa konflik internal organisasi seperti PWI harus diselesaikan melalui mekanisme internal, bukan melalui peradilan umum.
Tuntutan ganti rugi fantastis senilai Rp100 miliar pun ditolak mentah-mentah.
Ini memperkuat posisi Maemossa sebagai pemegang kendali sah atas PWI Sulut.
Sebagai Plt Ketua, Maemossa segera menginisiasi langkah pemulihan: verifikasi ulang anggota, konsolidasi internal, serta persiapan Konferensi Luar Biasa (KLB) maksimal enam bulan sejak SK dikeluarkan.
Ia juga mengultimatum siapa pun yang masih menyalahgunakan atribut organisasi tanpa legalitas.
“Tidak ada ruang bagi pelanggar etika dan penyusup. Kami akan bersihkan organisasi demi marwah profesi,” tandasnya.
Penunjukan Maemossa disambut hangat oleh mayoritas wartawan di Sulawesi Utara.
Figur low profile namun tegas ini dinilai sebagai solusi yang dapat meredam konflik dan membangun kembali kredibilitas PWI.
“Ini momentum pembaruan. PWI harus kembali menjadi rumah besar jurnalis, bukan arena perebutan kepentingan pribadi,” pungkas Maemossa.
[**/ARP]