TOMOHON|PRONEWSNUSANTARA- Pemerintahan yang dijalankan oleh Wali Kota Tomohon, Caroll J.A Senduk, telah menjadi sorotan kritik dari berbagai media sejak menjabat pada periode 2021-2024.
Meskipun demikian, pemerintahannya terlihat tidak responsif terhadap kritik yang disampaikan melalui media dan cenderung ingin menjaga kekuasaannya tanpa gangguan dari pemberitaan media.
Tindakan penghentian kontrak media yang berani mengkritik pemerintahannya serta memutar fakta berita dengan menggunakan media lain yang dikontrak dari APBD, merupakan hal yang baru terjadi di kota Tomohon selama kepemimpinan Walikota Caroll Senduk.
Sejumlah wartawan senior di Kota Tomohon pun menilai bahwa perilaku pemerintahan di era Caroll Senduk menunjukkan sikap otoriter dan tidak sesuai dengan pedoman demokrasi yang seharusnya dijunjung.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, setiap individu yang menjadi objek pemberitaan berhak memberikan klarifikasi terhadap berita yang merugikan dirinya.
Jika klarifikasi tidak diakui, individu tersebut berhak menggunakan hak jawabnya.
Pemerintahan yang transparan dan responsif terhadap kritik masyarakat merupakan hal yang penting dalam sebuah sistem demokrasi.
Wartawan-wartawan senior asal Kota Tomohon seperti Marcel Mekel, Yongki Sumual, dan Adrianus R Pusungunaung menekankan pentingnya pemahaman aturan main dalam mengambil keputusan di Pemerintah Kota Tomohon, termasuk menjawab pemberitaan media massa yang mengkritik.
Muncul kecurigaan bahwa Pemerintah Kota Tomohon mungkin tidak memahami mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi, mengingat kebiasaan ini telah berlangsung selama tiga tahun sejak kepemimpinan Caroll Senduk,” kata Marcel Mekel Wartawan Editorialsulutnews.com.
Padahal Pemerintahan yang transparan, responsif, dan menghormati kebebasan pers menjadi salah satu pilar penting dalam menjalankan prinsip demokrasi.
Oleh karena itu, kami berharap kedepan agar Pemerintah Kota Tomohon bisa lebih memperhatikan masukan dan kritik dari media serta memperbaiki sikap mereka terhadap kebebasan pers dan hak jawab setiap individu yang menjadi objek pemberitaan,” harap Marcel, Yongki, dan Adrian.
Menyikapi persoalan mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi tentang masalah pemberitaan media.
Ketua Dewan Pers Dr. Ninik Rahayu ketika dimintai tanggapannya mengatakan seharusnya mekanisme hak jawab dan koreksi mengacu pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers.
Siapapun dia berhak menempuh hak jawab dan hak koreksi, itu jika dirinya merasa dirugikan akibat pemberitaan pers atau perusahan media terkait.
Tapi jika hak jawab dan hak koreksi itu dimuat pada media yang lain itu tidak boleh atau keliru,” ucap Dr. Ninik Rahayu, saat dimintai pendapatnya, pada Kamis (13/6/2024) malam.
“Jadi profesionalnya harus dimuat ke perusahan media yang memuat awal kejadian atau peristiwa tersebut diberitakan oleh media yang bersangkutan, itu baru benar,” terang Dr. Ninik Rahayu.
Sayangnya Walikota Tomohon Caroll J.A Senduk, melalui Kepala Dinas Kominfo Novi Politon saat dikonfirmasi, belum menjelaskan masalah mekanisme pemberitaan yang disoroti oleh sejumlah Wartawan liputan Kota Tomohon.
Saat ditanyakan lagi apakah Pemkot Tomohon memahami mekanisme Hak Jawab dan Hak Koreksi yang diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” Novi Politon sendiri enggan menanggapi konfirmasi Wartawan dari media ini.
[**/RED]