PRONews5.com– Di tengah duka mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus pada Senin pagi, 21 April 2025, umat Katolik Indonesia mengenang kembali salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan hidup bangsa: kunjungan Paus ke Tanah Air pada 3–6 September 2024.

Tiga hari penuh kehangatan dan doa itu meninggalkan jejak yang dalam, bukan hanya bagi umat Katolik, tetapi juga dalam sejarah persaudaraan lintas agama di Indonesia.

Paus Fransiskus tiba di Jakarta dengan pesawat komersial ITA Airways, sebuah pilihan yang mencerminkan kesederhanaan dan kerendahan hatinya.
Menolak segala bentuk kemewahan, beliau memilih tinggal di Kedutaan Besar Vatikan, bukan di hotel berbintang, serta menggunakan kendaraan sederhana seperti Toyota Innova Zenix dalam setiap pergerakannya.
Tindakan-tindakan kecil ini menjadi pesan besar: kesederhanaan adalah kekuatan.

Dalam dunia yang kerap terpesona pada gemerlap, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa keagungan sejati terletak pada ketulusan hati.
Sejak hari pertama, kedatangan Paus Fransiskus disambut gegap gempita oleh ribuan warga yang telah memadati sekitar Kedutaan Besar Vatikan.
Dari balik jendela mobil, beliau menebarkan senyum damai dan lambaian tangan yang menggetarkan hati siapa pun yang melihatnya.
Puncak kunjungan terjadi pada 5 September 2024 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.

Mengendarai kendaraan taktis Maung buatan PT Pindad yang telah dimodifikasi, Paus Fransiskus mengelilingi stadion, menyapa umat satu per satu.
Teriakan “Viva Il Papa!” menggema, membalut suasana dalam haru, sukacita, dan rasa syukur yang membuncah.
Dalam Misa Akbar yang dihadiri puluhan ribu umat itu, Paus Fransiskus menyerukan pesan-pesan tentang perdamaian, keadilan sosial, dan tanggung jawab umat Katolik untuk menjadi pembawa harapan bagi dunia.

Kesederhanaan, kepedulian pada kaum kecil, dan solidaritas antarumat manusia bukanlah sekadar retorika bagi Paus Fransiskus. Semuanya ia wujudkan secara nyata dalam sikap dan tindakannya.
Sejak awal masa kepausannya, saat memilih nama “Fransiskus” yang terinspirasi dari Santo Fransiskus dari Assisi, beliau telah mengikatkan dirinya pada misi untuk membela yang lemah dan merangkul yang terpinggirkan.

Kunjungan ke Indonesia menjadi saksi nyata bagaimana nilai-nilai tersebut diterjemahkan dalam tindakan: menyapa semua orang tanpa sekat, mendekatkan diri dengan sederhana, serta membawa pesan persaudaraan universal.
Bagi Indonesia, kehadiran Paus Fransiskus bukan hanya menjadi kebanggaan umat Katolik, tetapi juga memperkokoh persatuan dalam keberagaman.

Para tokoh lintas agama memandang kunjungan tersebut sebagai momentum untuk mempererat toleransi, saling menghormati, dan memperkuat jalinan kemanusiaan di tengah masyarakat majemuk.
Kini, seiring kepergiannya kembali ke rumah Bapa, warisan yang ditinggalkan Paus Fransiskus akan terus hidup: sebuah panggilan abadi untuk mengutamakan cinta kasih, kesederhanaan, dan keberanian moral.

“Beliau datang bukan hanya sebagai Kepala Gereja, tetapi sebagai seorang sahabat umat manusia,” ujar Wenny Lumentut, salah satu umat yang menghadiri Misa di GBK mengenang.
Duka mendalam atas wafatnya Paus Fransiskus turut dirasakan oleh rakyat Indonesia yang pernah merasakan langsung kehangatan, kerendahan hati, dan ketulusan cintanya.

Namun dalam duka, terbit pula harapan: bahwa pesan-pesan Paus akan terus menjadi obor penerang, membimbing umat manusia untuk membangun dunia yang lebih damai, adil, dan manusiawi.
[**/ARP]