TOMOHON– Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie, didesak untuk membongkar dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menyeret Dinas Lingkungan Hidup Daerah (DLHD) Kota Tomohon terkait pengelolaan retribusi pelayanan persampahan.

Dugaan ini mencuat setelah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2023 mengungkapkan adanya ketidaksesuaian dalam penerimaan retribusi sampah yang berpotensi merugikan negara hingga miliaran rupiah.

Menurut LHP BPK RI, DLHD Kota Tomohon hanya berhasil merealisasikan penerimaan retribusi sebesar Rp1.081.097.600 dari total potensi pendapatan yang seharusnya mencapai Rp3.075.600.000.

Artinya, lebih dari Rp2 miliar belum bisa dipertanggungjawabkan, memicu kecurigaan publik terkait adanya praktik korupsi dalam pengelolaan dana tersebut.

Data LHP mengungkapkan bahwa dari 17.524 wajib retribusi yang terdaftar, hanya 9.411 rumah tinggal yang berhasil membayar retribusi, meski DLHD telah mendistribusikan 11.779 kartu retribusi.

Sisa kartu yang tidak tersalurkan, menurut DLHD, disebabkan karena masyarakat enggan membayar retribusi.

Namun, alasan ini dibantah oleh sejumlah warga dan ASN yang menilai penjelasan tersebut tidak masuk akal.

Seorang warga Kelurahan Paslaten dan Talete yang enggan disebut namanya menyatakan, “Kami di setiap kelurahan selalu taat membayar retribusi sampah.

Alasan DLHD tidak masuk akal.” Bahkan, beberapa ASN di lingkungan Pemkot Tomohon ikut memprotes, mengingat retribusi sampah dipotong langsung dari gaji ASN sebesar Rp120 ribu per tahun.

“Kalau semua ASN dipotong, apalagi yang suami istri ASN, tidak mungkin ada yang tidak bayar retribusi,” ujar salah sejumlah ASN.

Kejanggalan ini juga disoroti oleh para pengusaha di Tomohon.

Seorang pemilik toko di pusat kota mengatakan, “Kami, para pengusaha, selalu taat membayar retribusi sampah.

Aneh sekali jika ada kekurangan penerimaan sebesar itu.” Kecaman ini memunculkan tuntutan dari warga dan pengusaha agar dugaan penyimpangan dalam pengelolaan retribusi sampah segera diusut oleh aparat penegak hukum.

Kepala DLHD Kota Tomohon, Jhon Kapoh, berdalih bahwa rendahnya kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi menjadi penyebab kurangnya penerimaan.

Ia juga menyebut keterbatasan jumlah petugas penagih sebagai kendala.

Namun, alasan ini dianggap tidak logis oleh warga, mengingat proses penagihan selama ini berlangsung baik di setiap kelurahan.

“Kami minta kejanggalan ini segera diusut oleh Kapolda Sulut,” tegas warga yang geram dengan kurangnya transparansi DLHD.

Hingga berita ini diturunkan, Jhon Kapoh belum memberikan klarifikasi lebih lanjut.

Saat dikonfirmasi melalui pesan teks pada Senin (21/10/2024), Kapoh hanya mengirimkan stiker WhatsApp bergambar orang merunduk, tanpa memberikan tanggapan lebih lanjut.

Sejumlah Warga melakukan perhitungan sederhana berdasarkan rata-rata jumlah kepala keluarga di tiap kelurahan.

Dengan estimasi 700 kepala keluarga per kelurahan yang membayar Rp10.000 per bulan, potensi pendapatan dari retribusi sampah seharusnya mencapai Rp3,696 miliar per tahun.

Namun, angka realisasi jauh lebih rendah, yang semakin menguatkan dugaan adanya penyalahgunaan anggaran.

[**/ARP]