TOMOHON- Sejumlah Kepala Sekolah di Tomohon mengeluh karena diduga dipaksa untuk patungan dalam rangka pembiayaan acara peresmian posko pemenangan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tomohon, Caroll Senduk dan Sendy Rumajar (CSSR).

Peresmian posko tersebut dilaksanakan pada Kamis malam (14/11) di Taratara Raya, Kecamatan Tomohon Barat.

Menurut informasi yang dihimpun, sejumlah Kepala Sekolah di wilayah tersebut diminta menghadap ke kantor Walikota dengan alasan yang tidak jelas.

Di sana, mereka diberitahu bahwa mereka wajib menyetor uang sebesar Rp350 ribu untuk membantu pembiayaan acara tersebut. “Kami semua Kepsek mengeluh.

Kami yang bertugas di Taratara tiba-tiba diminta untuk menghadap di kantor Walikota.

Kami kira dalam rangka apa, tapi ternyata diminta menyetor uang 350 ribu untuk acara peresmian posko Kelurahan Taratara Raya,” ungkap salah seorang Kepala Sekolah yang meminta identitasnya tidak disebutkan.

Sumber yang mengungkapkan informasi ini menambahkan bahwa pertemuan tersebut berlangsung di salah satu ruangan di lantai 3 Kantor Walikota Tomohon.

Selain Kepala Sekolah, hadir pula Sekretaris Camat (Sekcam) Tomohon Barat, Lurah Taratara Dua, Kepala Linmas, serta seorang pengacara asal Kelurahan Taratara yang disebutkan turut hadir dalam pertemuan tersebut.

Namun, ketika media mencoba mengonfirmasi permasalahan ini kepada Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Tomohon, Dr. Juliana Dolvin Karwur, M.Kes., M.Si, ia tidak memberikan tanggapan.

Meskipun telah menerima pesan konfirmasi melalui WhatsApp sejak Jumat (16/11/2024), Dr. Karwur tidak merespons.

Bahkan, saat wartawan mendatangi kantor Dinas Pendidikan, Dr. Karwur tidak berada di tempat.

Tokoh masyarakat Tomohon, Josis Ngantung, turut menanggapi keluhan yang muncul dari para Kepala Sekolah ini.

Ia menyayangkan peristiwa tersebut dan menilai bahwa jika informasi ini benar, maka kejadian tersebut sangat memalukan.

“Peristiwa ini sangat memalukan dan harus segera disikapi oleh Gubernur Sulawesi Utara dan Pjs Walikota Tomohon.

Saya baru mendengar hal seperti ini selama Pilkada Tomohon.

Para Kepala Sekolah ditagih uang untuk membangun posko? Jika ini benar, tentu sangat memalukan,” tegas Ngantung.

Tuduhan ini menambah panasnya perbincangan seputar praktik-praktik yang melibatkan aparatur negara dalam kegiatan politik praktis, terlebih yang menyangkut anggaran dan tugas-tugas yang seharusnya di luar konteks pilkada.

[**/ARP]